Mengapa RKUHP Dianggap Menerabas Kebebasan Pers?

Reporter

Fajar Pebrianto

Editor

Amirullah

Selasa, 19 Juli 2022 11:12 WIB

Massa menampilkan poster sindiran untuk pemerintah saat menggelar aksi di sekitar Istana Bogor, Rabu, 6 Juli 2022. Aliansi Bogor tolak RKUHP yang terdiri dari berbagai universitas kota Bogor, kembali menggelar aksi dengan tuntutan dibukanya draft RKUHP terbaru. TEMPO/Muhammad Syauqi Amrullah

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pasal di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai dapat mengancam kebebasan pers di tanah air. Kekhawatiran ini disampaikan oleh sejumlah komunitas pers, menjelang pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna DPR.

"Ini akan membawa potensi lebih banyak jurnalis ke jeruji besi," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas dalam konferensi pers, Senin, 18 Juli 2022.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan kembali draf RKUHP kepada pemerintah. Pengesahan di paripurna sedianya akan digelar awal Juli, tapi akhirnya tertunda karena DPR sudah masuk masa reses.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej tak yakin bahwa RKUHP bisa disahkan sesuai target Juli 2022. Dia mengatakan waktu yang dimiliki untuk pemerintah menyerahkan draf, hingga pengesahan terlalu pendek.

“Kita tahu bersama bulan Juli ini tinggal 9 hari lagi,” kata Eddy panggilan dari Edward Omar Sharif Hiariej dalam diskusi RKUHP, Kamis, 23 Juli 2022.

Advertising
Advertising

Eddy mengatakan DPR akan memasuki masa reses pada 7 Juli 2022. DPR baru masuk kembali pada 16 Agustus 2022. “Kalau dilihat kurang dari 2 minggu masa reses, rasanya belum disahkan pada bulan Juli ini,” kata Eddy.

Pasal-pasal Pengancam Pers

Ika kemudian menjelaskan pasal-pasal di RKUHP, seperti pasal penghinaan presiden dan berita bohong, secara langsung berkaitan dengan kerja jurnalis. Ia mencontohkan pasal penghinaan presiden yang merupakan pasal warisan kolonial.

Padahal, kata dia, pasal ini sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi atau MK. "Secara eksplisit sudah menjelaskan kalau pasal ini tak lagi relevan dengan prinsip negara hukum, dapat mengurangi kebebasan," kata dia.

Akan tetapi di dalam RKUHP, pasal penghinaan presiden ini justru dimunculkan kembali. Ika kemudian mencontohkan kasus di tahun 2003, saat itu Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dalam kasus pencemaran nama baik Presiden Megawati Soekarnoputri.

"Ini sudah ada presedennya," kata Ika. Bagaimana kemudian kritik di media massa, kemudian disalahgunakan menjadi pencemaran nama baik. Sehingga Ika menyebut tidak menutup kemungkinan kalau RKUHP ini disahkan, maka semakin banyak jurnalis yang divonis serupa.

Berikutnya yaitu pasal berita bohong, yang sangat rawan disalahgunakan pihak tertentu seperti polisi. Dua tahun terakhir, AJI mencatat berbagai kasus karya jurnalistik yang sudah melewati proses verifikasi yang ketat. Tapi kemudian justru dilabeli hoaks atau berita bohong oleh polisi.

"Bayangkan pasal ini masuk RKUHP, besok-besok akan semakin banyak berita yang muatan kritik, semakin mudah dilabeli hoaks," kata Ika.

Menerabas Kebebasan Pers

Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zukifli menegaskan kembali prinsip dasar dari Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bahwa pers tidak boleh dibredel dan diberi wewenang untuk mengatur dirinya sendiri. "Jadi self regulatory," kata Azul, sapaannya.

UU Pers, kata Azul, adalah satu-satunya UU tak punya turunan Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri (PM). Aturan turunan dari UU Pers diatur lewat Peraturan Dewan Pers, yang diatur oleh komunitas pers sendiri lewat konstituen yang bergabung di dalamnya.

Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli dan Ahmad Djauhar menerima Livi Zheng dalam mediasi pemberitaan yang dimuat di situs Tirto.id dan Geotimes, Senin, 9 September 2019. Foto: Istimewa

Konsekuensi lain dari prinsip tersebut adalah UU Pers diberikan status lex specialis. Artinya, pers mengambil wewenang di dalam dirinya sendiri dan bisa mengabaikan aturan-aturan lain. "Sepanjang persoalan yang dipersoalkan ada di dalam aturan Dewan Pers," kata dia.

Azul mencontohkan persoalan masyarakat yang protes soal akurasi sebuah berita. Karya jurnalistik tersebut tidak dibawa ke polisi atau ke pengadilan, melainkan ke Dewan Pers untuk dimediasi.

Masyarakat yang mempersoalkan produk jurnalistik akan dimediasi dengan pers yang membuat karya. Hukumnya pun berupa etik, bukan pidana. "Saya kira itu prinsip dasar yang mesti kita tegaskan kembali," kata dia.

Sedangkan, kata dia, RKUHP yang hari ini dibahas adalah sebuah intervensi yang sangat serius terhadap kemandirian pers dan sifat lex spesialis UU Pers. "Ada sejumlah hal yang jika UU ini jadi disahkan, itu akan menerabas atau berpotensi mengancam kebebasan pers," kata dia.

Setali tiga uang dengan Ika, Azul mencontohkan berita yang tidak lengkap yang bisa ditafsirkan sebagai penyebaran berita bohong. Ia menjelaskan bahwa dalam proses liputan berita, berita lengkap itu tidak ada. "Kalaupun ada baru belakangan sekali," kata dia.

Sebab poin yang dikejar dan diupayakan pers adalah sebuah kebenaran jurnalistik, bukan kebenaran hukum. "Kebenaran jurnalistik beda dengan kebenaran hukum. Tujuannya untuk memberitahukan ke publik, bukan menghukum orang yang ditulis. Hukum pada orang ditulis itu bukan urusan pers," kata dia.

Menagih Draf Asli RKUHP

<!--more-->

Sementara itu, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) juga akan segera melayangkan surat permohonan keterbukaan informasi publik kepada DPR untuk membuka draf asli dari RKUHP. Komite ingin memastikan draf yang sekarang beredar di masyarakat adalah draf asli yang diserahkan pemerintah kepada DPR.

Permohonan diajukan karena sampai saat ini tak ada pernyataan resmi dari pemerintah maupun DPR soal keaslian draf yang sekarang beredar. Kondisi ini beresiko membuat kritik dari masyarakat sipil atas RKUHP bisa dianulir di kemudian hari.

"Itu pernah kejadian ketika kami mencoba memberi masukan dan kritik atas revisi UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)," kata anggota Komite Keselamatan Jurnalis Zaky Yamani.

Saat itu, masyarakat sipil sudah membuat kajian panjang lebar dan menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke DPR. Belakangan, ternyata draf yang beredar berbeda dengan draf asli yang diserahkan pemerintah ke DPR. "Kami tak ingin itu terulang kembali," kata campaigner Amnesty Internastional Indonesia ini.

Walau pemerintah sudah berkeliling untuk melakukan sosialiasi, tapi draf asli justru tak dibagikan. Sehingga, Zaky menilai masyarakat tak punya kesempatan untuk melihat aturan di RKUHP yang berdampak pada kehidupan mereka

"Kok pemerintah main kucing-kucingan seperti ini, main petak umpet seperti ini untuk urusan yang sangat berkaitan dengan kepentingan publik," ujar Zaky.

Saat ini, sudah beredar draf final RKUHP versi 4 Juli di masyarakat yang kemudian langsung menuai kritikan. Dewan Pers juga sudah mengkritisi sejumlah pasal dalam RKUHP, di mana ada sembilan pasal yang dianggap bermasalah karena mengancam kemerdekaan pers.

“Rancangan KUHP ini mengandung banyak sekali ancaman atau bahaya terhadap kebebasan pers, kebebasan bermedia, kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, dan sebagainya,” kata Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra saat konferensi pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, 15 Juli.

Dewan Pers ikut bersurat ke DPR dan Kementerian Hukum dan HAM atas pasal bermasalah tersebut dan meminta pihak dilibatkan dalam pembahasan. Surat protes ini dijawab dan kementerian akan menyiapkan audiensi Dewan Pers dengan Edward.

"Ini nanti Dewan Pers mau ketemu Wamen, audiensi terkait RKUHP, lagi dicari waktunya," kata Kepala Bagian Humas Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman saat dihubungi, Minggu, 17 Juli 2022.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

13 jam lalu

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

AJI menilai kedua acara ini jadi momentum awal bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas.

Baca Selengkapnya

PN Jaksel Putuskan Ucapan Rocky Gerung Tidak Menghina Jokowi, Pejabat Publik Harus Siap Dikritik

4 hari lalu

PN Jaksel Putuskan Ucapan Rocky Gerung Tidak Menghina Jokowi, Pejabat Publik Harus Siap Dikritik

PN Jakarta Selatan menolak gugatan advokat David Tobing yang menganggap Rocky Gerung telah menghina Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

4 hari lalu

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Sengketa jurnalistik pers mahasiswa kini ditangani oleh Dewan Pers. Kampus diminta taati kerja sama penguatan dan perlindungan pers mahasiswa.

Baca Selengkapnya

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

5 hari lalu

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

AMSI dan RSF meluncurkan program sertifikasi media bertajuk Journalism Trust Initiative di Indonesia untuk memperkuat kredibilitas media digital.

Baca Selengkapnya

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

19 hari lalu

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

Isu penanganan sampah kembali mencuat di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Sebagian di antaranya berupa sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

21 hari lalu

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

Baru-baru ini terjadi penganiayaan jurnalis Sukandi Ali oleh 3 prajurit TNI AL di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Begini kejadiannya.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

26 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

29 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

29 hari lalu

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Dengan perjanjian kerja sama ini, semua sengketa pemberitaan pers mahasiswa akan ditangani seperti layaknya pers umum, yaitu melalui Dewan Pers.

Baca Selengkapnya

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

30 hari lalu

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

Dewan Pers menilai substansi liputan Tempo tentang permainan pencabutan Izin Usaha pertambangan (IUP) tak melanggar etik.

Baca Selengkapnya