PKS Sebut 3 Alasan Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke Mahkamah Konstitusi

Reporter

M. Faiz Zaki

Editor

Juli Hantoro

Kamis, 7 Juli 2022 11:15 WIB

Presiden PKS Ahmad Syaikhu (tengah) dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi (kiri) setelah konferensi pers pendaftaran gugatan Presidential Threshold 20 persen di Mahkamah Konstisusi, Rabu, 6 Juli 2022. Tempo/M. Faiz Zaki

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mendaftarkan gugatan atau judicial review soal Presidential Threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi. Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyampaikan tiga alasan pihaknya ingin melakukan uji materiil aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Mahkamah Konstitusi telah menerima dengan surat tanda terima No.69-1/PUU/PAN.MK/AP3 saat pendaftaran kemarin. Pokok perkara yang diajukan adalah pengujian materiil Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pemohonnya adalah Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi sebagai Pemohon I, serta Ketua Majelis Syura Salim Segaf Al Jufri sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon dalam pengajuan ini adalah Zainudin Paru. Mereka mengungkap 3 alasan menggugat ambang batas pemilihan presiden itu:

1. Penyambung Lidah Rakyat

Ahmad Syaikhu mengklaim PKS telah mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menolak aturan Presidential Threshold. Dia optimis Mahkamah Konstitusi bisa mengabulkan judicial review dengan argumentasi hukum yang akan disampaikan pada persidangan nanti.

Dia berharap agar masyarakat juga lebih leluasa memilih pasangan calon pada Pilpres kelak.

2. Menguatkan Sistem Demokrasi

Advertising
Advertising

Mantan Wakil Wali Kota Bekasi itu menyampaikan bahwa PKS ingin Presidential Threshold diturunkan menjadi sekitar 7-9 persen. PKS ingin peluang lebih terbuka untuk pencalonan presiden dan wakil presiden lebih dari dua pasang.

Angka tersebut juga sebagai titik tengah dari pilihan nol persen. Sebab melihat dari gugatan pihak-pihak sebelumnya yang selalu ditolak karena ingin nol persen.

Syaikhu mengatakan, tidak ada alasan ilmiah soal besaran angka ambang batas yang saat ini masih 20 persen. Walaupun PKS dahulu ikut merumuskan aturan ini, Syaikhu berpendapat tidak akan menjadi celah kelemahan saat persidangan di Mahkamah Konstitusi.

Dia mengatakan pihaknya telah mengikuti alur pemikiran Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya telah mengadili kurang lebih 30 permohonan uji materiil aturan tersebut. Mahkamah Konstitusi, kata Syaikhu, menyebut angka Presidential Threshold sebagai open legal policy.

Namun PKS menilai ketentuan itu mesti menyertakan landasan rasional dan proporsional agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Syaikhu menuturkan bahwa pihaknya sudah mempelajari soal gugatan yang dilayangkan kali ini.

3. Ingin Meminimalisir Polarisasi

PKS ingin mengurangi polarisasi di masyarakat akibat hambatan Presidential Threshold 20 persen, seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Mengingat saat itu hanya ada dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang bertarung di kontestasi Pilpres.

Untuk diketahui, PKS juga berpeluang mencalonkan Ketua Majelis Syura Salim Segaf Al Jufri sebagai Capres 2024. Maka dari itu, ketentuan Presidential Threshold 20 persen sekarang dianggap merugikan secara konstitusional.

Berita terkait

Youtuber Ridwan Hanif Daftar Penjaringan Bakal Calon Bupati Klaten 2024 di PKS

21 jam lalu

Youtuber Ridwan Hanif Daftar Penjaringan Bakal Calon Bupati Klaten 2024 di PKS

Youtuber, Ridwan Hanif mendaftarkan diri mengikuti penjaringan sebagai bakal calon bupati (cabup) dalam Pilkada Klaten 2024 melalui PKS

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

1 hari lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ditemui Golkar, PKS Buka Peluang Koalisi di Pilkada Jakarta

1 hari lalu

Ditemui Golkar, PKS Buka Peluang Koalisi di Pilkada Jakarta

Kolaborasi yang dimaksud Mabruri, ialah PKS tak mampu bekerja sendirian untuk membangun Jakarta lebih baik lagi ke depannya.

Baca Selengkapnya

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

1 hari lalu

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

Baleg DPR siapa menteri yang ditunjuk presiden untuk membahas RUU Kementerian Negara.

Baca Selengkapnya

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

2 hari lalu

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

PKS bakal mengumumkan nama yang mereka usung di Pilkada Jakarta sekitar satu sampai dua bulan lagi.

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

2 hari lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

3 hari lalu

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

Hari ini, Rapat pleno Baleg DPR menyepakati pengambilan keputusan atas hasil penyusunan revisi UU Kementerian Negara menjadi usul inisiatif DPR.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

3 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

Suap demi Predikat WTP dari BPK

3 hari lalu

Suap demi Predikat WTP dari BPK

Suap demi mendapatkan predikat WTP dari BPK masih terus terjadi. Praktik lancung itu dinilai terjadi karena kewenangan besar milik BPK.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

3 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya