Pemerintah Tambahkan Penjelasan Soal Kritik di Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Eko Ari Wibowo
Rabu, 6 Juli 2022 14:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan tetap memasukkan pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyebut, pemerintah menambahkan penjelasan soal kritik guna membedakan antara penghinaan dan kritik.
"Ada tambahan penjelasan mengenai kritik terkait Pasal 218 ayat 2 yang menyangkut penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden,” ujar Edward di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 6 Juli 2022.
Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tertuang dalam Pasal 218 hingga 220 draf Rancangan KUHP. Berikut bunyi pasal 218;
Pasal 218
1. Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
2. Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Berikut ini adalah enam poin penjelasan yang ditambahkan dalam pasal penghinaan presiden di draf RKHUP terbaru, yakni;
- Yang dimaksud dengan "dilakukan untuk kepentingan umum" adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijkan presiden dan wakil presiden.
- Kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut.
- Kritik bersifat konstruktif dan sedapatnya mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang objektif.
- Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya.
- Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presidan dan wakil presiden atau menganjurkan pergantian presiden dan wakil presiden dengan cara yang konstitusional.
- Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden.
"Jadi yang dilarang itu penghinaan, bukan kritik," ujar Eddy.
DEWI NURITA
Baca: Pakar Khawatir RKUHP Lahirkan Otoritarianisme, Bukan Dekolonialisasi