Kuasa Hukum Sebut Ada Kejanggalan di Penetapan Mardani Maming
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Amirullah
Sabtu, 25 Juni 2022 13:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Mardani Maming, Ahmad Irawan, menuding terdapat sejumlah keganjilan dalam penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengatakan kejanggalan tak hanya dari sisi substansi kasus, tapi juga prosedur.
“Salah satunya soal pengumuman status tersangka,” kata Irawan lewat pesan teks, Sabtu, 25 Juni 2022.
Dia mengatakan status tersangka terhadap Mardani justru pertama kali diketahui dari pihak Imigrasi. Imigrasi menyatakan ada permintaan pencegahan untuk Mardani dalam status tersangka. Padahal, kliennya saat itu belum menerima surat penetapan tersangka. “Publik lebih duluan tahu dibandingkan Pak Mardani,” kata dia.
Selain itu, kata dia, jarak antara laporan dengan penerbitan surat perintah penyidikan juga sangat cepat. Mardani diperiksa dalam tahap penyelidikan pada 7 Juni 2022. Sementara kasus tersebut sudah naik pada 16 Juni 2022.
Dia mengatakan kasus yang ditangani KPK itu sebenarnya juga ditangani di kejaksaan. Kasusnya, kata dia, juga masih disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Maka itu, kata dia, pihak Mardani tengah mengkaji kemungkinan mengajukan praperadilan.
“Sesuai KUHAP dan putusan MK serta yurisprudensi, praperadilan salah satu ruangnya. Namun, saat ini semua masih dipelajari dan dikaji,” kata dia.
KPK menetapkan Mardani menjadi tersangka dugaan kasus suap penerbitan izin pertambangan. KPK belum mengumumkan penetapan tersangka ini secara resmi. Sebab, pengumuman penetapan tersangka dilakukan pada saat penahanan.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaganya bekerja berdasarkan aturan dalam menetapkan tersangka. "Dalam setiap penanganan perkara, KPK tentu bekerja berdasarkan kecukupan alat bukti sebagaimana koridor hukum, prosedur, dan perundang-undangan yang berlaku," kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 21 Juni 2022.
Ali mengatakan suatu kasus naik penyidikan karena kecukupan minimal dua alat bukti. KPK, kata dia, memegang prinsip bahwa menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum itu sendiri.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.