Hasanuddin Ibrahim Ditahan KPK, Begini Cerita Soal Korupsi Pupuk di Kementan
Reporter
M Julnis Firmansyah
Editor
Febriyan
Sabtu, 21 Mei 2022 10:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, pada Jumat, 20 Mei 2022 kemarin. Hasanuddin menjadi tersangka sejak 2016 dalam kasus korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013.
Kasus ini, berawal dari program pembagian pupuk hayati mikro kepada masyarakat sebanyak 225 ton untuk 14 kabupaten/kota. Nilai proyek itu sebesar Rp 18,6 miliar.
KPK juga menetapkan Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) Satuan Kerja Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Eko Mardiyanto, dan petinggi PT Hidayah Nur Wahana (HNW), Sutrisno sebagai tersangka. Eko dan Sutrisno bahkan sudah menjalani proses hukum hingga vonisnya berkekuatan tetap.
KPK menuding Hasanudin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sempat memerintahkan Eko untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold. Tindakan itu disebut menguntungkan PT HNW sebagai distributor pupuk tersebut.
Selain itu, Hasanuddin juga diduga aktif memantau proses pelaksanaan lelang. Ia bahkan memerintahkan Eko untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P tahun anggaran 2012 turun. Hasanuddin juga diduga memerintahkan beberapa staf di Ditjen Holtikultura untuk mengubah nilai anggaran pengadaan, dari semula 50 ton dengan nilai Rp3,5 miliar menjadi 255 ton dengan nilai Rp18,6 miliar.
KPK menyatakan perubahan nilai tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil permintaan dari daerah. Hasanuddin juga diduga turut melibatkan adiknya, Ahmad Nasser Ibrahim alias Nasser yang merupakan karyawan lepas PT HNW, untuk menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.
Selanjutnya, setelah pagu anggaran pengadaan disetujui senilai Rp 18,6 miliar, proses lelang digelar. Dengan skenario yang telah dibuat sebelumnya oleh Hasanuddin, lelang itu kemudian memenangkan PT HNW.
Eko, atas perintah Hasanuddin, juga disebut menandatangani berita acara serah terima pekerjaan yang menyatakan bahwa proses pengadaan itu telah selesai 100 persen. Hal itu dilakukan agar PT HNW mendapatkan pelunasan pembayaran. Padahal, menurut KPK, saat itu proses pengadaan belum mencapai 100 persen.
Dugaan korupsi ini akhirnya terendus setelah pupuk Rhizagold disebut tidak memenuhi standar pupuk hayati seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2011.
Rhizagold disebut hanya memiliki kandungan zat spora di bawah standar mutu yang hanya 0,1-0,3 spora per gram. Idealnya kandungan dalam pupuk hayati itu harus minimal 10 spora per gram. KPK juga menuding adanya penggelembungan harga yang tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan pupuk hayati itu.
Perbuatan tersangka Hasanuddin Ibrahim cs disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek Rp18,6 miliar. Hasanuddin pun dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun alasan KPK baru melakukan penangkapan terhadap Hasanuddin Ibrahim, menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi Karyoto agar penegakan hukum tindak pidana korupsi dilaksanakan secara tuntas dan para pihak terkait segera mendapatkan kepastian hukum.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.