Sejumlah warga melaksanakan shalat Ied dengan menjaga jarak dan mengenakan masker saat Hari Raya Idul Adha di Masjid Al Fatah, Kota Ambon, Provinsi Maluku, Selasa, 20 Juli 2021. Pemerintah Provinsi Maluku mengizinkan warga Muslim untuk beribadah shalat Ied berjamaah di masjid pada Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/FB Anggoro
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI Asrorun Niam Sholeh meminta supaya saf salat berjamaah kembali dirapatkan di seluruh tempat. Ini karena pemerintah telah melonggarkan protokol kesehatan Covid-19. Setelah menurunnya tren kasus Covid-19 di Indonesia, pemerintah melakukan beberapa penyesuaian aturan, di antaranta pelonggaran aktivitas masyarakat termasuk di transportasi umum seperti pesawat terbang dan kereta api.
Duduk di KRL, kata Niam, sudah ditetapkan pemerintah tidak perlu jaga jarak. Juga dimungkinkan kapasitas 100 persen sesuai Surat Edaran Kemenhub 25/2022 tentang Petunjuk Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Transportasi Perkeretaapian. Aktivitas olahraga sudah dimungkinkan dihadiri penonton dengan kapasitas 100 persen.
Sehingga, kata Niam, aktivitas ibadah salat berjemaah juga dapat dilaksanakan dengan merapatkan saf atau barisan. Sebab, fatwa tentang kebolehan perenggangan saf ketika salat merupakan rukhshah atau dispensasi karena ada udzur mencegah penularan wabah.
Dengan melandainya kasus serta adanya pelonggaran aktivitas sosial, maka ditegaskan Niam udzur yang menjadi dasar adanya dispensasi sudah hilang. "Dengan demikian, salat berjamaah kembali pada aturan semula, dirapatkan. Merapatkan saf saat berjemaah dengan tetap menjaga kesehatan," ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 10 Maret 2022.
Menurut Niam kondisi ini juga berlaku untuk aktivitas pengajian di masjid dan perkantoran yang dapat kembali dilaksanakan dengan tetap disiplin menjaga kesehataan. Untuk itu, umat Islam diminta mengoptimalkan persiapan pelaksanaan ibadah Ramadan dengan khusyuk dan semarak, tetapi tetap disiplin dalam menjaga kesehatan.
"Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan ibadah dan syiar keagamaan serta membangun solidaritas sosial. Kita optimalkan syiar tetapi tetap waspada dan disiplin menjaga kesehatan," kata pengurus teras MUI tersebut.