Wakil Sekjen PBNU Dukung Menteri Yaqut soal Aturan Toa Masjid
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Amirullah
Jumat, 25 Februari 2022 14:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menganggap wajar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan aturan pengeras suara atau toa masjid dan musala. Aturan ini sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 5 tahun 2022.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan menilai, negara memiliki fungsi untuk mengatur kehidupan sosial dan beragama di masyarakat agar tercipta harmoni, termasuk pengeras suara masjid dan musala. Justru, kalau tidak ada aturan, menurutnya bisa menciptakan ketidakteraturan.
“Ya, negara kan memang fungsinya untuk mengatur kehidupan sosial dan beragama di masyarakat. Kalau tidak diatur, nanti bisa chaos. Justru, kalau tidak mau diatur, lebih baik tinggal sendiri saja di hutan,” ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat 25 Februari 2022.
Tingkat kebisingan suara, kata dia, pada dasarnya telah diatur sejak 1996 melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 November 1996. Dalam aturan tersebut, diatur tingkat kebisingan yang wajar berdasarkan lingkungan-lingkungan tertentu, seperti untuk di perumahan atau pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, ruang terbuka hijau, industri, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, hingga tempat wisata.
Selain itu, Rahmat melanjutkan, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia VII pada November 2021 lalu juga telah merekomendasikan agar adanya aturan terkait dengan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
“MUI adalah kumpulan para alim ulama yang berasal dari 61 Ormas Islam di Indonesia. Maka sebagai Menteri Agama, wajar kemudian menindaklanjuti arahan ulama dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama No 5 tahun 2022. Tidak ada larangan Adzan, hanya mengatur volume suara kok,” ujar Rahmat.
Atas dasar hal tersebut, Rahmat pun mengkritisi pernyataan para tokoh atau elit yang malah menyerang Surat Edaran Menag tersebut. Menurutnya, wawasan kebangsaan mereka patut dipertanyakan karena menganggap remeh SE tentang tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala itu.
“SE Menag bagian dari pembangunan karakter bangsa. Ini masalah serius yang kita hadapi sehari-hari. Kalau persoalan ini dianggap kecil dan remeh-temeh, maka kita perlu pertanyakan wawasan kebangsaannya para tokoh dan elit tersebut,” jelasnya.