Demo Berdarah Tolak Izin Usaha Tambang di Parigi Moutong, Contoh Problem Klasik?
Reporter
Tempo.co
Editor
Dwi Arjanto
Senin, 14 Februari 2022 22:04 WIB
TEMPO.CO, Palu -Warga di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah berdemonstrasi menolak izin usaha tambang emas milik PT Trio Kencana yang memiliki konsesi lahan di Kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan.
Tengah malam, satu orang tewas tertembak saat massa demonstrasi tersebut dibubarkan paksa oleh aparat polisi.
Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tani Tolak Tambang (KTT) mendesak pemerintah untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) korporasi tersebut.
Masalah di pertambangan adalah masalah klasik yang tak kunjung usai. Dari regulasi hingga lobang-lobang besar bekas tambang yang tertinggal.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mencabut 2.078 izin usaha tambang mineral dan batubara. Hal dilakukan, kata jokowi, karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja.
Melihat gerak Jokowi ini, Jaringan Advokasi Tambang alias Jatam mengatakan hal tersebut tak perlu dipuji, kerana, pencabutan izin itu akan berpotensi membuka membuka ruang eksploitasi baru yang berdampak terhadap percepatan dan perluasan kerusakan lingkungan.
“Langkah Presiden Jokowi yang mencabut ribuan izin tambang minerba itu tak ada yang perlu diapresiasi. Kebijakan pencabutan izin tambang tidak menyentuh perusahaan pemegang KK (kontrak karya) dan PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara yang memiliki rekam jejak buruk nyata selama ini,” ujar Pengkampanye Jatam, Melky Nahar, dalam keterangannya seperti dikutip Tempo pada Sabtu, 8 Januari 2022.
Selanjutnya: Sedangkan Walhi mengatakan langkah...
<!--more-->
Sedangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan langkah Jokowi ini bakal sia-sia. Sebab pemerintah akan memberi izin baru kepada investor yang dianggap akan lebih mampu mengelola izin konsesi.
Kata Walhi, bahwa lahan tersebut akan diberikan kepada kelompok adat, koperasi, pengusaha, dan organisasi keagamaan, sesuai dengan kemampuan masing-masing kelompok dalam mengelola konsesi izin. Walhi khawatir kelompok masyarakat yang akan menerima konsesi izin akan bekerja sama dengan para investor dalam mengelola lahan.
"Maka pekerjaan mencabut ribuan izin tersebut adalah sia-sia. Tidak menyelesaikan masalah yang ada yaitu ketimpangan penguasaan atau kepemilikan lahan," kata Pengkampanye Hutan dan Kebun, Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian dalam siaran pers, Jumat (7/1/2022).
Menyoal tentang kekerasan oleh aparat kepolisian kepada warga, Walhi mencatat, sepanjang 2021 hingga saat ini, setidaknya terdapat 182 orang yang mengalaminya.
“Tindakan kekerasan dan penangkapan tanpa prosedur oleh aparat menambah daftar panjang catatan hitam kekerasan terhadap warga yang memperjuangkan ruang hidupnya,” ujar Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi, Fanny Tri Jambore dalam keterangannya pada Minggu, 13 Februari 2022.
Fanny menambahkan, kejadian yang berulang ini harus dihentikan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia diminta untuk memberikan perhatian serius terkait dengan konflik-konflik agraria dan lingkungan, terkait izin usaha tambang.
RAHMAT AMIN SIREGAR
Baca juga: Kasus Penembakan di Parigi Moutong, Komnas HAM Desak Dilakukan Uji Balistik