ICJR Nilai Rutan Sudah Penuh, Benarkan Soal Tempat Tidur Diperdagangkan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Aditya Budiman
Minggu, 6 Februari 2022 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) kembali menyuarakan kapasitas rumah tahanan (rutan) dan lembaga permasyarakatan (lapas) yang sudah melebihi kapasitas. ICJR mencatat kapasitasnya terus naik dari 205 persen pada Maret 2020 dengan 270.721 tahanan atau narapidana, menjadi 223 persen hingga Januari 2022.
"Kondisi penuh sesak rutan dan lapas membuat hak dasar misalnya tempat tidur yang layak pun menjadi dapat diperdagangkan," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Minggu, 6 Februari 2022.
Kondisi ini, kata dia, juga sudah diungkap dalam laporan bersama KuPP (Kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan) dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK pada 2018 dan 2019. Laporan ini menjabarkan terdapat korupsi sistemik pada penyelenggaraan rutan dan lapas.
Praktik jual beli segala fasilitas dasar yang seharusnya diberikan kepada para tahanan dan mempekerjakan tahanan untuk kepentingan petugas dilaporkan sebagai bentuk korupsi sistemik tersebut. Selain itu, laporan KuPP juga menemukan transaksi ilegal berkaitan dengan pengurusan hak pembebasan bersyarat.
Untuk itu, Erasmus memberi lima rekomendasi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Pertama, amnesti atau grasi massal bagi pengguna narkotika untuk kepentingan sendiri yang terjerat UU Narkotika berbasis penilaian kesehatan. "Karena jumlah pengguna narkotika saat ini mencapai 103.081 orang," kata dia.
Kedua, polisi dan jaksa tidak melakukan penahanan rutan untuk pengguna narkotika atau tindak pidana ekspresi seperti penghinaan. Alternatif penahanan non-rutan dapat digunakan seperti tahanan rumah dan kota. Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong penggunaan mekanisme jaminan yang sudah diatur dalam KUHAP.
Ketiga, presiden bisa menyerukan jaksa menuntut dengan rehabilitasi rawat jalan untuk kasus penggunaan narkotika yang tidak membutuhkan rehabilitasi medis di lembaga. Puskemas bisa dipakai tanpa perlu memindahkan kepadatan rutan ke pusat rehabilitasi.
Keempat, presiden bisa menyerukan jaksa untuk menuntut menggunakan Pasal 14a dan c KUHP tentang pidana bersyarat dengan masa percobaan untuk pengguna narkotika. Alternatifnya ialah syarat rehabilitasi jalan ataupun inap berdasarkan kebutuhan.
Kelima, melakukan pendekatan penanganan kasus dengan pengarusutamaan peran korban (restorative justice) untuk tindak pidana paling banyak. Di antaranya seperti pencurian dan penganiayaan (tidak untuk kekerasan seksual).
Pendekatan ini mengutamakan penggunaan ganti kerugian pada korban yang sejalan dengan pertanggungjawaban pelaku. Hal ini, kata Erasmus dari ICJR, bisa dilakukan dengan memperbanyak penggunaan Pasal 14c KUHP tentang pidana bersyarat berupa penggantian kerugian dengan masa percobaan.
Baca: Napi Ungkap Praktik Jual Beli Tempat Tidur di Lapas Cipinang, Kalapas: Tidak Ada