Kata Pakar Hukum soal Ubedilah Badrun Dipolisikan Pendukung Jokowi
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Amirullah
Minggu, 16 Januari 2022 12:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Ubedilah Badrun melaporkan dua anak Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupis (KPK) langsung mendapat perlawanan balik dari pendukung Jokowi. Ubedilah dilaporkan balik oleh Relawan Jokowi Mania ke Polda Metro Jaya.
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, menerangkan, laporan yang dilakukan Ubedilah masih bersifat dugaan. Menurutnya, unsur delik hukum atas laporan tersebut masih belum memiliki bukti. Dan KPK yang menerima pengaduan melakukan verifikasi, apakah pengaduan tadi memenuhi syarat atau tidak untuk ditindak lanjuti.
“Jadi belum ada kualifikasi sebagai delik hukum, karena yang dilaporkan masih sebatas informasi awal, temuan awal dari sang pelapor. Belum ada unsur delik hukumnya,” ujar dia saat dihubungi Ahad, 16 Januari 2022.
Suparji yang juka dosen di Universitas Al Azhar Indonesia, itu melanjutkan, apa yang dilaporkan Ubedilah itu merupakan pengaduan masyarakat, yang menemukan suatu informasi kemudian melaporkannya. Hal ini, disebutnya, memang merupakan persoalan legal standing, yang kemudian akan dinilai KPK, apakah pengaduan tadi memenuhi syarat untuk dikualifikasikan sebagai laporan yang harus ditindaklanjuti atau tidak
Jadi, kata dia, tentunya KPK tidak bisa menolak orang yang mengadu dan melaporkan. Namun, KPK punya kewenangan untuk memverifikasi atas hasil kualifikasi laporan itu. “Jadi sekarang KPK-lah yang menentukan atas laporan itu dapat ditindak lanjuti atau tidak.”
Sementara, untuk pelaporan balik terhadap Ubedilah, Suparji berujar, polisi yang menerima laporan hendaknya bersifat selektif. Selain itu, dia juga meminta agar polisi perlu melakukan verifikasi apakah laporan dapat ditindaklanjuti atau tidak, dan apakah memang ada peristiwa pidananya atau tidak.
“Jadi di sinilah polisi punya kewenangan untuk menilai apakah pihak yang dilaporkan gara-gara melaporkan tindak pidana korupsi itu dapat dikategorikan telah melakukan sebuah tindakan pidana,” tutur Suparji.
Suparji juga berharap, sesuai dengan konsep presisi, polisi harus benar-benar objektif menilai atas laporan baik tersebut. Sehingga tidak kontradiktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. “Dan di sisi yang lain juga sebagai upaya membangun sebuah kecermatan dalam menyampaikan sebuah laporan.”
Alasan Ubedilah Melaporkan Gibran
Ubedilah mengatakan, pelaporan itu muncul bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura, yang jelas dan bisa dibaca oleh publik. Alasannya tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.
"Setelah itu, anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar, dan itu bagi kami tanda tanya besar," ujar Ubedilah.
Ubedilah Badrun juga mempertanyakan, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan penyertaan modal. “Apalagi angkanya cukup fantastis, dari mana kalau bukan karena anak Presiden.”