Diperiksa KPK, Eks Dirjen Kemendagri Diduga Terima Suap Dolar Singapura
Reporter
Linda novi trianita tnr
Editor
Amirullah
Selasa, 11 Januari 2022 12:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto pada Selasa, 11 Januari 2022. “Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana Korupsi terkait pengajuan pinjaman dana PEN daerah tahun 2021,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 11 Januari 2020.
Selain Ardian, penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi lain. Mereka adalah istri Ardian yang juga pegawai di Kementerian Dalam Negeri Lisnawati Anisahak Chan, staf subdit pinjaman daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Irham Nurhali, Direktur Pembiayaan dan Investasi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Sylvi Juniarty Gani, dan dari pihak swasta Lidya Lutfi Angraeni.
Ihwal pengusutan kasus korupsi dana PEN daerah ini, tim Kedeputian Penindakan menggeledah kediaman Ardian-Lisnawati di Jalan Cempaka Putih Tengah 33B Nomor 10 Jakarta Pusat, dan beberapa lokasi lain di Kendari serta Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, pada Rabu, 29 Desember 2021. Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Andi Merya Nur ketika menerima suap dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk relokasi dan rekonstruksi pada 21 September lalu.
Ardian, 43 tahun, telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara Rp 1,5 miliar dari Bupati Kolaka Timur menjelang tutup tahun 2021. Sedangkan Andi Merya disangka sebagai pemberi suap. Namun KPK belum mengumumkan status tersangka Ardian dan Andi Merya. Di era Ketua KPK Firli Bahuri, pengumuman tersangka dilaksanakan bersamaan dengan penahanan. “Pada saatnya nanti akan kami umumkan setelah kami memastikan penyidikan perkara ini cukup,” kata Ali Fikri melalui pesan singkat pada Jumat, 7 Januari lalu. Senyampang dengan penetapan tersangka dan penggeledahan itu, KPK mencegah Ardian bepergian ke luar negeri. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun telah mencopot Ardian per 26 November lalu dan memindahkannya sebagai dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
KPK mengendus adanya kongkalikong dalam pengajuan dana pinjaman PEN oleh Kolaka Timur sejak pertengahan tahun lalu. Andi Merya yang merupakan politikus Partai NasDem tersebut dilantik sebagai Bupati Kolaka Timur pada 14 Juni 2021. Perempuan 37 tahun itu menggantikan bupati sebelumnya, Samsul Bahri Majid, yang meninggal pada Maret 2021. Samsul-Andi Merya merupakan pasangan bupati-wakil bupati pemenang dalam pemilihan kepala daerah 2020 dan dilantik pada Februari 2021.
Andi yang saat itu masih wakil bupati, berinisiatif mencari dana segar melalui pinjaman PEN daerah. Program ini merupakan dukungan pemerintah dalam bentuk investasi langsung melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) untuk pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi. Pada 2021 ini, pemerintah mengalokasikan Rp 15 triliun untuk pinjaman PEN daerah, rinciannya Rp 10 triliun bersumber dari APBN dan sisanya Rp 5 triliun dari PT SMI. Proses pengajuan dana pinjaman PEN daerah melalui Kementerian Keuangan ditembuskan ke Kementerian Dalam Negeri.
<!--more-->
Sebagai pejabat baru, Andi Merya tidak mempunyai kenalan di Kementerian Dalam Negeri. Perempuan 37 tahun itu lalu mencari akses yang bisa menyambungkannya dengan pejabat di Kemdagri. Melalui adik salah satu kepala daerah di Sulawesi Tenggara, Andi Merya dihubungkan dengan Laode M. Syukur untuk bisa dipertemukan dengan Ardian. Syukur, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna itu, merupakan teman Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri angkatan 09 (STPDN 09).
Pada awal Mei 2021, Syukur menemui Ardian di Jakarta untuk menyampaikan keinginan Andi Merya terkait dengan pinjaman dana PEN. Keesokan harinya, Andi Merya menghadap Ardian. Sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah, Ardian memiliki kewenangan menentukan rekomendasi penerimaan atau penolakan pinjaman serta besaran plafon.
Sebulan berselang dari pertemuan itu, Ardian melalui Syukur menyampaikan Kementerian Dalam Negeri akan memberikan rekomendasi plafon pinjaman Rp 151 miliar untuk Kolaka Timur dengan syarat fee tiga persen. Rinciannya, Rp 1,5 miliar diberikan di muka (sebelum pengajuan), Rp 1,5 miliar setelah penilaian awal dari Kementerian Keuangan, dan sisanya diberikan setelah penekenan nota kesepakatan (MoU).
Pada Juni, Andi Merya yang sudah dilantik menjadi bupati, menyanggupi syarat Ardian melalui Syukur. Andi lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengumpulkan uang dari beberapa pengusaha. Sembari mencari duit suap, Andi Merya secara resmi mengajukan surat permohonan pinjaman dana PEN ke Kementerian Keuangan yang ditembuskan ke Kementerian Dalam Negeri pada pertengahan Juni tersebut.
Andi Merya lalu menitipkan duit pelicin tersebut kepada adik kepala daerah untuk diserahkan kepada Syukur. Setelah menerima besel itu, Syukur terbang ke ibu kota dan menginap di hotel kawasan Jakarta Pusat. Ia mengontak salah satu juniornya yang bekerja di salah satu kementerian untuk menukarkan uang Rp 1,5 miliar menjadi 131.000 dolar Singapura. Rampung urusan penukaran valuta asing itu, Syukur menghubungi Ardian untuk menyerahkan duit tersebut. Namun Ardian sedang positif Covid-19 sehingga harus menjalani isolasi mandiri di lantai dua rumahnya. Ardian diduga biasa menerima secara langsung duit-duit haram tersebut alias tanpa perantara.
Lantaran isoman, kali ini Ardian mengutus ajudannya untuk menerima titipan koper dari Syukur. Keesokan harinya, sang ajudan mengantar koper berisi 131.000 dolar Singapura ke kediaman Ardian. Meski sedang isolasi, Ardian menyuruh penjaga rumahnya untuk meminta ajudan yang membawa koper itu ke lantai dua.
Setelah menerima besel itu, Ardian tak langsung menerbitkan surat pengantar yang diajukan ke Menteri Tito untuk dikeluarkan surat pertimbangan. Ardian menunggu penilaian awal dari Kementerian Keuangan atas pengajuan Kolaka Timur yang baru keluar pada 27 Agustus 2021. Seharusnya Menteri Dalam Negeri memiliki waktu tiga hari setelah tanggal pengajuan untuk memutuskan memberikan rekomendasi atau tidak. Namun Ardian diduga mencari aman dengan menunggu terbitnya penilaian awal dari Kementerian Keuangan tadi.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan enggan berkomentar ihwal proses pengajuan dana pinjaman PEN Kolaka Timur dan keterlibatan Ardian. Ia hanya membalas surat konfirmasi Tempo dengan gambar jempol disertai ucapan terima kasih. Kuasa hukum Bupati Andi, Afirudin Mathara, juga enggan berkomentar. “Setelah saya tidak layani WhatsAap dan telepon, sekarang kirim surat,” ucap Afirudin. Ardian juga tak menjawab konfirmasi dari Tempo melalui WhatsApp maupun surat. Adapun Syukur dan Rusdianto Emba dipanggil penyidik KPK pada 22 Desember lalu. Penyidik juga menggeledah rumah kedua orang itu pada 29 Desember 2021.
Baca cerita lengkapnya di Majalah Tempo
LINDA TRIANITA | ROSSENO AJI