RUU TPKS Tak Masuk Rapat Paripurna, Pakar Sebut DPR Tak Punya Sense of Crisis

Kamis, 16 Desember 2021 09:17 WIB

Ratusan sepatu diletakkan saat aksi diam 500 langkah awal sahkan RUU PKS di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 25 November 2020. Dalam aksi tersebut mereka menyusun Sebanyak 500 lebih pasang sepatu sebagai bentuk simbolisasi dukungan untuk mendorong DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Akademik dan Penelitian di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengecam langkah Dewan Perwakilan Rakyat yang tak memasukkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), ke dalam agenda pembahasan dalan Rapat Paripurna hari ini, Kamis, 16 Desember 2021.

Hal ini seakan menegaskan tak adanya sense of crisis dari sejumlah anggota DPR terhadap darurat kekerasan seksual di Indonesia. "Mereka memperlakukan RUU ini parameternya itu cuma parameter ekonomi politik. Sense of crisis nya tak ada sama sekali. Jadi akhirnya ada barter yang terjadi itu dalam konteks kepentingan politik," kata Bivitri dalam diskusi daring Rabu malam, 15 Desember 2021.

Bivitri melihat RUU TPKS ini dijegal sebagian anggota Dewan untuk masuk ke Paripurna hari ini. Pasalnya, Rabu pekan lalu, rapat pleno sudah memutuskan RUU ini menjadi usulan inisiatif DPR. Namun hingga kemarin, tak ada rapat badan musyawarah (bamus) yang seharusnya menjadi titik akhir pembahasan sebelum diputuskan masuk ke Rapat Paripurna.

Hal ini sebelumnya terjadi juga pada RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). 1,5 tahun sejak diabaikan tak masuk Paripurna, hingga sekarang nasib RUU PPRT tak ada kejelasan. Ada pula RUU Masyarakat Hukum Adat yang juga tersendat hingga sekarang.

Bivitri melihat ketiga RUU ini seakan sengaja dibiarkan karena tak punya nilai ekonomi-politik yang kuat. Berbeda dengan Undang-Undang Cipta Kerja, Revisi Undang-Undang KPK, hingga Undang-Undang Minerba yang punya nilai ekonomi-politik tinggi.

Advertising
Advertising

"RUU TPKS ini kan kering ya, sama keringnya dengan RUU PPRT dan RUU Masyarakat Adat. Itu kering banget gak ada faedahnya buat anggota DPR. Nilai ekonomisnya gak ada," kata Bivitri.

Kecurigaan Bivitri ini diperkuat dengan adanya sedikitnya RUU yang dihasilkan DPR selama beberapa tahun terakhir. Pada 2017, DPR hanya meloloskan 6 RUU dari 52 RUU; pada 2018, 5 RUU dari 50 RUU; pada 2019, 14 RUU dari 55 RUU; pada 2020, 3 RUU dari 37 RUU.

Itu pun kebanyakan RUU kumulatif terbuka yang kovenan internasional. Bagi Bivitri, RUU yang substantif hanya perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, dan Perpajakan.

"Bisa lihat dari rekam jejak itu bahwa dugaan atau hipotesis saya barangkali ada benarnya. Karena ini untuk menjelaskan saja. Kita udah gila gilaan kemarahannya, tapi bagi sebagian anggota DPR ini (RUU TPKS) lewat aja," kata Bivitri.

Berita terkait

Revisi UU Polri, Imparsial Kritik Poin Perpanjangan Usia Pensiun Polisi

5 jam lalu

Revisi UU Polri, Imparsial Kritik Poin Perpanjangan Usia Pensiun Polisi

Peneliti Imparsial mengkritik wacana revisi UU Polri terkait usia pensiun.

Baca Selengkapnya

DPR Dikabarkan Akan Godok Lagi Revisi UU TNI, Imparsial Khawatir Dwifungsi ABRI Kembali

5 jam lalu

DPR Dikabarkan Akan Godok Lagi Revisi UU TNI, Imparsial Khawatir Dwifungsi ABRI Kembali

Rencana revisi UU TNI menuai kritik karena dianggap dapat mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Panja Komisi X DPR Gelar Rapat soal UKT Mahal Mulai Besok

14 jam lalu

Panja Komisi X DPR Gelar Rapat soal UKT Mahal Mulai Besok

Panja Komisi X DPR akan memulai sidang untuk mencari tahu penyebab UKT mahal mulai Senin besok.

Baca Selengkapnya

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

1 hari lalu

Nimas Sabella 10 Tahun Diteror Teman SMP yang Terobsesi, Komnas Perempuan: Termasuk KGBO

Nimas Sabella, wanita asal Surabaya, selama 10 tahun diteror pria yang terobsesi dengannya. Kisahnya viral di media sosial

Baca Selengkapnya

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

1 hari lalu

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

Wacana perpanjangan usia pensiun polisi dinilai tidak sesuai dengan tujuan revisi undang-undang Kepolisian.

Baca Selengkapnya

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

1 hari lalu

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

Yusril meyakini Kabinet 100 Menteri di era Presiden Soekarno tak akan berulang dalam pemerintahan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

1 hari lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

1 hari lalu

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

DPR akan merevisi UU Polri. Salah satu perubahannya adalah polisi bisa mendapatkan perlindungan jaminan sosial.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

1 hari lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

1 hari lalu

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

Ketua MKMK menyebut dua pasal di revisi UU MK ini mengancam kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Pasal mana saja itu?

Baca Selengkapnya