Hari Antikekerasan terhadap Perempuan, KSP Tegaskan Pemerintah Dukung RUU TPKS
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 25 November 2021 14:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menegaskan dukungan pemerintah dalam proses pembentukan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
"Keberadaan UU TPKS menjadi salah satu terobosan penting untuk dapat memberikan sanksi hukum bagi kekerasan seksual yang semakin beragam bentuk, masuk dalam berbagai ruang kehidupan, dan eskalasinya," ujar Jaleswari lewat keterangan tertulis dalam momentum Hari Antikekerasan terhadap Perempuan Sedunia, Kamis, 25 November 2021.
Jaleswari menyebut Presiden Joko Widodo dan pemerintah berkomitmen memastikan pemajuan dan perlindungan hak perempuan Indonesia. “Tidak boleh ada diskriminasi, tidak boleh ada kekerasan terhadap perempuan dimanapun. Ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi kita bersama-sama menyuarakan kampanye positif melawan kekerasan terhadap perempuan," kata Jaleswari.
Hak-hak perempuan adalah bagian integral dari prinsip hak asasi manusia yang termaktub pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun demikian, ujar dia, dalam praktiknya perempuan masih menjadi target dari kekerasan yang khas berbasis gender dan relasi kuasa yang timpang.
Berdasarkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sepanjang 2020 hingga Juni 2021, tercatat sebanyak 301.878 kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan.
Dari sisi regulasi, Indonesia sudah mempunyai beberapa instrumen hukum yang menekankan pada upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan. Namun, menurut Jaleswari, regulasi yang ada saat ini masih bersifat parsial dan belum komprehensif.
"Untuk dapat memaksimalkan perlindungan terhadap perempuan, diperlukan adanya pembaharuan dan penguatan pada instrumen hukum yang ada saat ini, yang melindungi perempuan dan anak. Salah satu upaya pemerintah melakukan terobosan tersebut adalah dengan mendukung DPR dalam proses pembentukan RUU TPKS," ujarnya.
Sementara itu, pembahasan RUU TPKS masih mandek di DPR. Badan Legislasi DPR menunda rapat pleno penetapan draf RUU TPKS yang sedianya digelar pada hari ini.
Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan penyelenggaraan rapat pleno di Badan Legislatif untuk mengambil keputusan terhadap naskah RUU tersebut terkendala dukungan fraksi.
"Saya sampaikan kenapa ini belum bisa pleno, kondisi yang dukung baru 4 fraksi,” ujar Willy dalam seminar di Televisi Nahdlatul Ulama, Rabu, 24 November 2021.
Politikus NasDem itu menyatakan jika pleno pengambilan keputusan dipaksakan sesuai jadwal, maka pembahasan naskah RUU TPKS bisa kalah suara. “Kalau kita kalah, artinya undang-undang ini gugur. Padahal, niatnya baik dan kehadirannya ditunggu oleh publik,” ujar Willy.
Oleh sebab itu, ia menyatakan Panitia Kerja atau Panja RUU TPKS masih mencari ruang lobi untuk mendapatkan dukungan minimal dari satu fraksi lagi. Dengan demikian rancangan aturan tersebut bisa dilanjutkan ke tahapan sidang paripurna DPR sebagai hak inisiatif DPR.
DEWI NURITA | ANTARA
Baca: Ketua Panja Sebut RUU TPKS Baru Didukung 4 Fraksi