TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perempuan menyelenggarakan Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan. Tahun ini, Komnas mengusung tema Gerak Bersama Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban. Fokus utama dari kampanye tersebut untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Dalam lima tahun terakhir terdapat 24.786 kasus kekerasan seksual. Ini pelaporan dari lembaga layanan, lembaga pemerintah, maupun pengaduan langsung ke Komnas Perempuan,” kata Satywanti Mashudi, komisioner Komnas Perempuan, dalam Konferensi Pers, Rabu, 24 November 2021
Satywanti mengatakan, 7.344 kasus dicatat sebagai perkara pemerkosaan. Namun, kurang dari 30 persen yang diproses hukum. Menurut dia, kecilnya penanganan hukum ini menunjukkan bahwa aspek substansi belum mengenai sejumlah tindak kekerasan seksual, tapi hanya mencakup pada definisi yang terbatas.
Selain itu, kata dia, saat ini para korban sedang diambang ketidakpastian. Padahal, di masa pandemi, pengaduan kasus kekerasan makin meningkat. Alhasil, ada yang tidak tertangani karena ketiadaan payung hukum yang komprehensif.
Untuk itu, Satywanti menekankan pentingnya hukum yang berpihak pada korban agar terdapat perlindungan yang utuh bagi korban. Selain itu, untuk memutus rantai kekerasan seksual dan menghadirkan pemulihan yang menyeluruh bagi korban.
“Hukum seharusnya tidak hanya berpikir untuk menindak pelaku. Pemulihan korban menjadi sesuatu yang penting karena akan membuat korban jadi pulih dan dapat meneruskan kehidupannya yang baik di masa datang,” ujarnya.
Menurut dia, fenomena gunung es masih terjadi dalam kasus kekerasan seksual. Jumlah kasus yang tidak terlaporkan lebih banyak daripada yang dilaporkan. Sebab, adanya anggapan tabu atau aib yaitu apabila disampaikan akan mempermalukan warga, institusi, dan lingkungan. Selain itu, ada ketidakpercayaan bahwa kasusnya akan diproses serta perspektif aparat penegak hukum terkait kekerasan seksual.
JESSICA ESTER