Suasana rapat pleno dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat, 27 Februari 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Kacung Marijan meminta kubu calon Ketua Umum PBNU inkumben Said Aqil Siradj dan kubu Yahya Staquf tidak saling curiga. Kalau semua pihak mengedepankan keterbukaan, kata Kacung, akan lebih mudah mencari jalan keluar.
Pernyataan Kacung menanggapi dua kubu calon ketua umum yang berbeda pendapat dalam pelaksanaan Muktamar NU ke-34 di Lampung. Kubu Said Aqil ingin memundurkan jadwal muktamar yang semula direncanakan digelar pada 23-25 Desember 2021 menjadi 2 Januari 2022. Musababnya, pemerintah menerapkan PPKM level 3 selama masa Natal dan Tahun Baru.
Sebaliknya kubu Yahya Staquf meminta pelaksanaan muktamar dimajukan pada 17-19 Desember 2021. “Memang keputusan Munas Alim Ulama NU, Muktamar 34 dilaksanakan pada 2021,” kata Kacung yang juga Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama saat dihubungi, Senin, 22 November 2021.
Menurut Kacung dua arus besar yang menginginkan muktamar dipercepat atau dimundurkan bisa berunding secara baik-baik. Pertimbangan yang perlu dibahas, selain keputusan Munas Alim Ulama, juga masalah faktor kesiapan panitia penyelenggara dan peserta muktamar. “Kalau ada perbedaan, tinggal dicari jalan keluarnya. Misalnya mempertimbangkan saran-saran dari para kiai sepuh dan otoritatif,” ujar Kacung.
Kacung menyarankan dua kubu sebaiknya mengedepankan dialog, argumentatif dan olah batin. Sebab, kata Kacung, tantangan NU ke depan semakin kompleks. Sehingga dibutuhkan kebersamaan dalam mengelolanya. NU, misalnya, butuh cetak biru untuk memasuki usia satu abad. NU juga perlu lebih mandiri dan hadir di tengah-tengah umat secara lebih riil. “Ini butuh kerja serius dan kebersamaan,” tutur Kacung.
Ihwal alasan memajukan atau memundurkan jadwal muktamar sebagai langkah politis agar calon yang didukung menang, Kacung mengaku belum melihat ke arah sana. Menurut dia sinyalemen tersebut hanya analisa kasar dan spekulatif. “Harusnya yang dikedepankan soal keberlangsungan dan kebaikan organisasi,” kata Kacung soal persaingan Said Aqil dan Yahya Staquf.