Ini Pasal Permendikbud Kekerasan Seksual yang Dikritik Politikus PKS

Reporter

Friski Riana

Editor

Amirullah

Kamis, 4 November 2021 11:01 WIB

Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amalia saat mengikuti Rapat Pleno Fraksi PKS di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 11 April 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amalia, mengkritik Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021. Aturan itu mengenai penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Ledia menilai, muatan dalam peraturan menteri tersebut jauh dari nilai-nilai Pancasila dan cenderung pada nilai-nilai liberalisme, karena tidak memasukan landasan norma agama. Selain itu, Ledia memandang muatan peraturan menteri ini banyak memasukan unsur liberal dalam mengambil sikap.

“Padahal Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa adalah dasar negara yang setiap silanya dijabarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merupakan cara manusia Indonesia bersikap dan mengambil keputusan,” ujar Ledia dalam keterangannya, Kamis, 4 November 2021.

Berikut isi pasal-pasal yang dikritik itu:

1. Pasal 3

Advertising
Advertising

Kritik:

Ledia menilai pasal ini tidak mengandung landasan norma agama.

Pasal ini berisi prinsip-prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Prinsip tersebut antara lain kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan gak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, akuntabulitas, independen, kehati-hatian, konsisten, dan jaminan ketidakberulangan.

2. Pasal 5 ayat 2

Kritik:

Ledia mempermasalahkan kata “persetujuan” atau yang biasa dikenal sebagai consent menjadi diksi yang berulang-ulang digunakan. Ia menilai acuan ini berbahaya. Apalagi jika tidak dimasukannya norma agama, generasi muda seolah digiring pada konteks bahwa dengan persetujuan, suatu perilaku terkait seksual bisa dibenarkan.

Pasal ini berisi 21 tindakan yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Yaitu:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan indentitas gender;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja
tanpa persetujuan korban;

c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;

d. menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;

e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang Korban;

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;

h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;

i. mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;

k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;

l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan korban;

m. membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;

n. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;

o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;

p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;

q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;

r. memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;

s. memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;

t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan
sengaja; dan/atau

u. melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

3. Pasal 7 dan 8

Kritik:

Ledia menilai kedua pasal ini belum dapat memberikan pencegahan dan perlindungan secara hukum, dan hanya fokus pada birokratisasi adminsitratif.

Dua pasal ini berisi tentang pencegahan kekerasan seksual. Pada Pasal 7 pencegahan kekerasan seksual oleh pendidik dan tenaga kependidikan meliputi:

a. membatasi pertemuan dengan mahasiswa secara individu di luar area kampus, jam operasional kampus, dan kepentingan lain selain proses pembelajaran tanpa persetujuan kepala atau ketua program studi atau ketua jurusan.

b. berperan aktif dalam pencegahan kekerasan seksual.

Ketentuan persetujuannya ialah pendidik atau tenaga kependidikan menyampaikan permohonan izin tertulis atau melalui media komunikasi elektronik mengenai rencana pertemuan dengan mahasiswa, dan disampaikan kepada kepala atau ketua program studi atau ketua jurusan sebelum pertemuan.

Sedangkan Pasal 8 mengenai pencegahan kekerasan seksual oleh mahasiswa yang meliputi:

a. membatasi pertemuan dengan pendidik dan tenaga kependidikan secara individu di luar area kampus, jam operasional kampus, dan kepentingan lain selain proses pembelajaran tanpa persetujuan kepala atau ketua program studi atau ketua jurusan.

b. berperan aktif dalam pencegahan kekerasan seksual.

Ketentuan persetujuannya ialah mahasiswa menyampaikan permohonan izin tertulis atau media komunikasi elektronik mengenai rencana pertemuan dengan pendidik atau tenaga kependidikan, dan disampaikan kepada kepala atau ketua program studi atau ketua jurusan sebelum pertemuan.

Ketentuan tata cara pemberian persetujuan pada Pasal 7 dan 8 ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi.

Berita terkait

BEM SI Minta Pemerintah Cabut Permendikbudristek 2/2024 tentang UKT

1 jam lalu

BEM SI Minta Pemerintah Cabut Permendikbudristek 2/2024 tentang UKT

BEM SI ingin segera melakukan diskusi dengan Kemendikbudristek sehingga melahirkan kebijakan untuk menyelesaikan masalah UKT

Baca Selengkapnya

Ditemui Golkar, PKS Buka Peluang Koalisi di Pilkada Jakarta

3 jam lalu

Ditemui Golkar, PKS Buka Peluang Koalisi di Pilkada Jakarta

Kolaborasi yang dimaksud Mabruri, ialah PKS tak mampu bekerja sendirian untuk membangun Jakarta lebih baik lagi ke depannya.

Baca Selengkapnya

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

11 jam lalu

Bahas RUU Kementerian Negara Bersama Pemerintah, DPR Tunggu Surpres Jokowi

Baleg DPR siapa menteri yang ditunjuk presiden untuk membahas RUU Kementerian Negara.

Baca Selengkapnya

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

21 jam lalu

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

PKS bakal mengumumkan nama yang mereka usung di Pilkada Jakarta sekitar satu sampai dua bulan lagi.

Baca Selengkapnya

Komisi X DPR Bakal Evaluasi Study Tour usai Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana Depok

22 jam lalu

Komisi X DPR Bakal Evaluasi Study Tour usai Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana Depok

Komisi X DPR akan meninjau kembali sejauh mana output study tour terhadap pengembangan pendidikan siswa usai kecelakaan bus SMK LIngga Kencana

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Nilai Pandangan Subsidi Silang dalam UKT Tidak Tepat

23 jam lalu

Kemendikbudristek Nilai Pandangan Subsidi Silang dalam UKT Tidak Tepat

Mahasiswa mampu yang mendapatkan UKT kelompok terakhir artinya membiayai biaya secara mandiri. Ia tak membantu mahasiswa kurang mampu.

Baca Selengkapnya

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

1 hari lalu

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

Hari ini, Rapat pleno Baleg DPR menyepakati pengambilan keputusan atas hasil penyusunan revisi UU Kementerian Negara menjadi usul inisiatif DPR.

Baca Selengkapnya

PKS Menjelang Pilkada 2024, Membuka Peluang Koalisi hingga Berikrar di Depok

2 hari lalu

PKS Menjelang Pilkada 2024, Membuka Peluang Koalisi hingga Berikrar di Depok

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024, Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mempersiapkan calon-calon yang akan diusung

Baca Selengkapnya

Ramai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu

2 hari lalu

Ramai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu

ICW menganggap usulan melegalkan money politics saat pemilu tidak pantas dan sangat tidak menunjukkan integritas.

Baca Selengkapnya

Alasan Bey Triadi Machmudin Tolak Pinangan Demokrat Maju di Pilkada Jabar 2024

2 hari lalu

Alasan Bey Triadi Machmudin Tolak Pinangan Demokrat Maju di Pilkada Jabar 2024

Partai Demokrat menilai Bey Triadi Machmudin sebagai figur potensial untuk Pilkada Jabar 2024.

Baca Selengkapnya