Mahfud Md Sebut Putusan MK Perkuat Isi Perpu Covid-19, Minta Tak Didramatisasi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Aditya Budiman
Sabtu, 30 Oktober 2021 06:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi soal uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 justru menguatkan posisi dan pandangan pemerintah. Ia menilai putusan Mahkamah justru membenarkan isi UU tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Covid-19 itu.
"Saya ingin menegaskan sesudah dibaca bolak-balik keputusan MK itu justru membenarkan seluruh undang-undang yang sudah tertuang seluruh isinya di dalam undang-undang yang diuji itu," kata Mahfud dalam konferensi pers, Jumat, 29 Oktober 2021.
Hal ini disampaikan Mahfud menanggapi pemberitaan atas putusan MK tersebut. Menurut dia, dari 28 pemberitaan yang tayang hingga Jumat siang, sembilan di antaranya keliru. Mahfud pun menyebut ada provokasi seakan-akan penanganan Covid-19 tak berdasar hukum dengan adanya putusan Mahkamah itu.
Mantan Ketua MK ini mengatakan Perpu Covid-19 dibuat dengan prosedur yang benar. Sebab, MK menolak seluruh pengujian formil yang diajukan pemohon. Adapun secara materiil, kata dia, frasa yang dianggap membuat pemerintah kebal hukum itu sebenarnya telah tertuang di sejumlah aturan lain.
Pemohon judicial review ini menyoal Pasal 27 ayat (1) dan (3) yang dianggap membuat pemerintah kebal hukum atas kebijakan keuangan yang diambil demi penanganan Covid-19. Pasal 27 ayat (1) menyebutkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Sedangkan Pasal 27 ayat (3) berbunyi bahwa Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Menurut Mahfud, Pasal 27 yang terdiri dari tiga ayat itu saling berkaitan. Ia mengatakan MK bukannya menghapus ayat (1) dan (3), tetapi menambahkan frasa yang sudah tertuang di Pasal 27 ayat (2), yakni "sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan Covid-19 serta dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan."
Dalam bahasa bebas, lanjut Mahfud, pemerintah tidak dapat digugat secara pidana maupun perdata dalam kebijakan anggaran Covid-19 sepanjang beritikad baik dan sesuai undang-undang. Mahkamah disebutnya meng-copy paste ketentuan di ayat (2) itu ke ayat (1) dan (3).
"Bagi kami ini memperkuat posisi, pandangan pemerintah tentang undang-undang ini," ujar Mahfud Md.
Mahfud mengatakan, frasa semacam itu juga tertuang dalam sejumlah undang-undang. Seperti di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 50 dan 51; Pasal 28 ayat (1) UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan; Pasal 2 UU Pengampunan Pajak; Pasal 224 UU MD3; UU Advokat; UU Otoritas Jasa Keuangan; hingga UU Bank Indonesia.
"Itu sudah ada di berbagai peraturan perundang-undangan lain, jadi tidak usah didramatisir seakan-akan ini dibatalkan, harus ditambah," ucap Mahfud.
Mahfud mengatakan pemerintah juga tak anti dengan penegakan hukum jika memang terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Buktinya, kata dia, bekas Menteri Sosial Juliari Batubara pun dibawa ke pengadilan karena kasus hukum. Juliari dihukum atas perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos) Covid-19.
"Buktinya Menteri Sosial, meskipun ada pasal ini tetap dibawa ke pengadilan, tetap dihukum. Ini tidak menghalangi penegak hukum untuk mamuman tindakan kalau memang ada penyalahgunaan terhadap keuangan Covid ini," kata Mahfud Md.
Baca juga: MK Kabulkan Sebagian Uji Materi Pasal Kebal Hukum di Perpu Covid-19
BUDIARTI UTAMI PUTRI