Wilayah PPKM Level 1-3 Boleh Belajar Tatap Muka, tapi Vaksinasi Belum Merata
Reporter
Friski Riana
Editor
Amirullah
Jumat, 20 Agustus 2021 11:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah sekolah yang berada di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3 telah menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Izin membuka sekolah telah diberikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Kebijakan ini turut mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam kunjungannya ke Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pada Kamis pagi, 19 Agustus 2021, Jokowi mempersilakan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tatap muka, apalagi jika pelajar sudah divaksin.
"Jadi semuanya, untuk semuanya pelajar di seluruh Tanah Air kalau sudah divaksin silakan dilakukan langsung belajar tatap muka," ujar Jokowi.
Sayangnya, vaksinasi untuk peserta didik berusia 12-17 tahun belum merata. Dalam survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 88,2 persen dari 86 ribu responden berusia 12-17 tahun yang menyatakan kesediaan untuk divaksin Covid-19. Namun, hanya 35,9 persen dari yang bersedia telah mendapatkan vaksinasi. “Sedangkan 64,1 persen di antaranya belum divaksin,” kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti.
Dari 64,1 persen yang belum divaksin, sebanyak 57,4 persen responden menyampaikan alasannya karena belum berkesempatan mendapatkan vaksin. Dari data tersebut, Retno menilai bahwa ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.
Untuk mendukung PTM di masa pandemi, setidaknya ada tiga syarat yang disampaikan KPAI. Syarat pertama adalah sekolah atau madrasah dipastikan sudah memenuhi kebutuhan penyelenggaraan PTM terbatas, termasuk memastikan protokol kesehatan.
Syarat kedua, minimal 70 persen warga sekolah sudah divaksin. Jika hanya guru yang divaksin, Retno menilai kekebalan komunitas belum bisa terbentuk karena jumlah guru hanya 10 persen dari jumlah siswa. “Pemerintah Pusat harus memastikan percepatan dan penyediaan vaksinasi anak merata di seluruh Indonesia,” ucap Retno.
Syarat ketiga, pemerintah daerah harus jujur dengan positivity rate daerahnya. Jika sudah mencapai 5 persen sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia, maka sekolah baru aman dibuka.
Belum meratanya vaksinasi untuk anak dan remaja ini turut dirasakan Muhammad Raditya Akbar, 13 tahun. Pelajar kelas 1 di MTs Negeri 8 Banyuwangi itu telah mengikuti sekolah tatap muka terbatas pada pekan ini, meski belum mendapat vaksin Covid-19.
Kakak Akbar, Maya Ayu Puspitasari, menyampaikan bahwa sekolah adiknya, pada Juli lalu, telah mendata murid-murid yang belum disuntik vaksin Covid-19. Tetapi, tak ada pemberitahuan lebih lanjut apakah sekolah akan menggelar vaksinasi atau tidak. Selain itu, menurut Maya, vaksinasi di Kabupaten Banyuwangi lebih banyak tersedia untuk usia di atas 18 tahun. Padahal, adiknya bersedia divaksin.
Melihat adiknya telah masuk sekolah, Maya khawatir lantaran anak-anak seusia adiknya masih susah menaati protokol kesehatan. Dari penuturan adiknya yang baru sehari masuk sekolah, belum banyak anak yang rutin mencuci tangan. “Kutanya kenapa enggak cuci tangan, katanya malu,” kata dia.
Situasi tersebut bertolak belakang dengan di Jakarta. Lenny Tristia Tambun, 45 tahun, cukup mendaftarkan putrinya, Rut Diandra, 15 tahun, mengikuti vaksinasi melalui aplikasi JAKI. Rut telah menerima suntikan pertama pada Rabu, 18 Agustus 2021.
Siswi kelas 1 SMA itu sebetulnya sudah ditawarkan mengikuti vaksinasi dari pihak sekolah. Namun, karena informasi baru diterima H-1, Rut menolak dengan alasan ingin mempersiapkan diri. “Jadi daftar di JAKI, ambil lokasi dekat rumah saja,” ujar Lenny.
Selain karena diwajibkan pihak sekolah, Lenny menuturkan, anaknya bersedia divaksin karena ingin melindungi diri dan orang lain sekitarnya. Rut sendiri merupakan penyintas. Ia percaya vaksinasi dapat membuatnya merasa aman dari ancaman Covid-19.
Berdasarkan dashboard vaksinasi Kementerian Kesehatan per 19 Agustus 2021, sebanyak 26,7 juta usia 12-17 tahun menjadi target vaksinasi Covid-19. Dari total target, yang menerima dosis pertama baru mencapai 9,09 persen atau 2,4 juta orang. Sedangkan 4,01 persen atau sekitar 1 juta anak dan remaja sudah menerima dosis lengkap.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengakui bahwa vaksinasi belum merata di seluruh Indonesia. Hal tersebut terjadi karena bergantung pada ketersediaan vaksin. “Jadi ini yang tentunya akan dilakukan pengaturan secara cermat,” kata Nadia.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai vaksin hanya lah salah satu prasyarat dilaksanakannya PTM. P2G tetap berpatokan pada daftar periksa dari Kemendikbudristek, yang mencakup ketersediaan sarana sanitasi dan kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan pemetaan warga satuan pendidikan.
Per 19 Agustus 2021, Iman menyebut hanya 57,54 persen sekolah di Indonesia yang sudah mengisi daftar periksa tersebut. Sisanya, 42,46 persen atau 227.937 sekolah belum merespons. “Ini angka yang cukup besar. Mengapa belum merespons? Sebagian besar karena memang belum siap,” kata Iman.
Melihat situasi terbaru dan perkembangan vaksinasi saat ini, Iman mengatakan bahwa vaksin bukan lah solusi menyeluruh. Pasalnya, Iman menemukan di lapangan masih banyak guru yang sudah divaksin justru tetap terinfeksi Covid-19. Artinya, kata dia, kesuksesan PTM masih terletak pada kedisiplinan yang telah ditetapkan sebagai protokol kesehatan.
FRISKI RIANA