Pencipta Indonesia Raya WR Supratman Wafat 17 Agustus, 7 Tahun Sebelum Merdeka
Reporter
Tempo.co
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 17 Agustus 2021 13:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - WR Supratman dikenal sebagai wartawan yang suka bermain musik dan ngobrol dengan para pemuda di Markas Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia di gedung Indonesische Clibgeboiw. Supratman sesungguhnya lahir di Sumongari, Purworejo, 19 Maret 1903, namun, karena kepindahannya ke Jatinegara pada usia 3 bulan, membuatnya tercatat sebagai anak kelahiran kota tersebut.
WR Supratman, saat usianya 11 tahun, bersentuhan dengan dunia baru: musik Barat dan sekolah Belanda. Wage kecil yang ditinggal mati ibunya lantas diasuh oleh kakak sulungnya yang menikah dengan seorang sersan tentara Belanda di Makassar, Van Eldik.
Dari kakak iparnya, Supratman memperoleh sebuah biola dan pelajaran bermain musik. Supratman cepat menguasai instrumen itu. Saking piawainya memainkan alat musik gesek ini, Van Eldik lalu membawanya bergabung dengan kelompok musik yang dipimpinnya sendiri, Black and White Jazz Band. Hal ini juga dikarenakan Supratman yang sudah menguasai instrument tersebut.
Puncak karirnya bermula ketika ia pindah dari Makassar ke Bandung dan memulai karirnya sebagai jurnalis di surat kabar Kaoem Moeda pada 1924. Setahun kemudian, ia pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Surat Kabar Sin Po. Dari sinilah ia banyak menjumpai tokoh-tokoh pergerakan Indonesia dan sering menghadiri rapat-rapat organisasi pemuda dan rapat-rapat partai politik yang diadakan di Gedung Pertemuan di Batavia.
Berdasarkan museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, dalam pelaksanaan kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktober 1928, WR Supratman ikut terlibat. Untuk pertamakalinya Ia memperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan iringan gesekan biolanya di depan seluruh peserta kongres sebelum dibacakannya Putusan Kongres Pemuda yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Supratman yang dulunya memiliki kehidupan yang tenang dan damai, setelah memperdengarkan lagu gubahannya tersebut ia sering dimata-matai oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan ia memuat lirik “merdeka, merdeka” dalam lirik Indonesia Raya. Hal ini pula yang membuat Pemerintah Hindia Belanda melarang rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan umum pada 1930.
Memasuki tahun 1933-1937, Supratman sering hidup berpindah-pindah tempat dari Jakarta-Cimahi, hingga ke Pemalang. Ditahun-tahun tersebut pula kondisi kesehatan Supratman mulai menurun dan dibawa ke rumah kakaknya, Ny. Rukiyem Supratiyah di Surabaya. Kabar Supratman yang berpindah ke Surabaya dan sedang mengalami kondisi kesehatan yang buruk, segera diketahui koleganya dan supratman juga sering dijenguk.
Pada 7 Agustus 1938, WR Supratman sempat ditangkap oleh pemerintah Belanda di studio Radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep) di Jalan Embong Malang Surabaya. Hal ini dikarenakan lagunya yang berjudul Matahari Terbit yang dianggap sebagai wujud simpati kepada pemerintah Jepang. Sempat dipenjara di Kalisosok, Surabaya, WR Supratman kemudian dilepas setelah Belanda tidak dapat menemukan bukti-bukti bahwa dirinya bersimpati kepada Jepang.
Kondisi kesehatan Supratman yang semakin menurun, membuatnya mengembuskan napas terakhir pada 17 Agustus 1938 di Surabaya. Ia meninggal dalam usia 35 tahun. Supratman dimakamkan di Pemakaman Umum Kapasan Jalan Tambak Segaran Wetan Surabaya.
Tujuh tahun sebelum proklamasi kemerdakaan Indonesia, WR Supratman meninggal. Ia tidak sempat mendengar lagu gubahannya yang akan selalu dinyanyikan setiap rakyat Indonesia. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional dan menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Cicit WR Supratman Kanegn Peringati HUT Ke-75 RI di Istana Negara