Kelompok Sipil Desak Pemerintah Minta Maaf ke Publik atas Darurat Covid-19
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Rabu, 7 Juli 2021 15:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik kembali mendesak pemerintah meminta maaf kepada masyarakat atas kondisi darurat Covid-19 yang terjadi. Pemerintah juga didesak mengambil langkah luar biasa untuk menekan laju pandemi yang dinilai sudah gawat darurat.
"Pemerintah harus meminta maaf kepada publik atas situasi ini dan memberikan solusi konkret terhadap keluarga yang berjuang mendapatkan perawatan rumah sakit/ICU/dan layanan medis lainnya," kata perwakilan Konsorsium, Asfinawati dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Juli 2021.
Konsorsium menilai situasi pandemi akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Hingga 6 Juli kemarin, tercatat 61.868 orang meninggal karena Covid-19. Ironisnya, sebanyak 1.607 di antaranya merupakan tenaga kesehatan.
Konsorsium juga menyoroti banyaknya pasien yang meninggal saat isolasi mandiri akibat sulitnya mendapatkan bantuan medis. Belum lagi pasien-pasien yang meninggal lantaran tak mendapat bantuan oksigen.
Menurut Asfinawati, pemerintah tak melakukan pengendalian semestinya atas persoalan tersebut. Padahal, Kepolisian dan Kejaksaan Agung menyatakan akan menindak tegas oknum yang menjual obat Covid-19 di atas harga eceran tertinggi.
Asfinawati mengatakan pemerintah justru menyalahkan masyarakat yang mudik dan tak taat protokol kesehatan. Padahal, kata dia, justru pemerintah yang melonggarkan pergerakan dengan membuka tempat pariwisata, pusat perbelanjaan, dan perkantoran yang bukan sektor esensial.
"Ini semua cermin kebijakan yang jauh dari panduan pencegahan dan pengendalian pandemi," kata Asfinawati.
Perwakilan Konsorsium yang lain, Rivanlee Anandar mengatakan pemerintah juga lalai mencegah dan mengendalikan transmisi virus corona varian delta. Saat situasi sudah darurat pun, kata dia, pejabat publik tetap tak mengakui dan malah mengklaim situasi masih terkendali.
Rivanlee menilai pemerintah terkesan fokus mencitrakan diri bahwa semuanya masih baik-baik saja. Menurut dia, sikap tersebut tak menunjukkan empati kepada keluarga yang kehilangan nyawa akibat kelalaian negara.
Konsorsium pun mendesak pemerintah mengevaluasi penanganan Covid-19 secara nasional, kemudian melakukan langkah-langkah seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah juga diminta menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, mulai dari peralatan kesehatan hingga obat-obatan yang diperlukan masyarakat, serta memberikan informasi atas hoaks mengenai jenis pengobatan dan penanganan Covid-19.
Selain itu, Konsorsium meminta pemerintah menertibkan para spekulan yang memanfaatkan situasi pandemi dengan menaikkan harga obat-obatan. Menurut Konsorsium, pemerintah harus menyediakan dan mendistribusikan obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat.
"Pemerintah juga harus menyudari komunikasi yang mencitrakan baiknya situasi dan beralih ke komunikasi risiko yang berempati, akuntabel, dan merefleksikan kegawatdaruratan di masyarakat dan fasilitas kesehatan sesungguhnya di lapangan," ujar Rivanlee.
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik ini terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Yakni AJI Indonesia, AJAR, AMAR, Amnesty International Indonesia, Auriga Nusantara, #BersihkanIndonesia, ICW, Jurnalis Bencana dan Krisis.
Kemudian Jala PRT, Kios Ojo Keos, Koalisi Warga Lapor Covid-19, KontraS, Kurawal, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, Migrant Care, Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Lalu Transparency International Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Watchdoc, Yayasan Perlindungan Insani, dan YLBHI.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca juga: Selain Harga Naik, RS Muhammadiyah Keluhkan Obat Covid-19 Sulit Didapat