Partai Ummat Soroti Kewajiban Putar Indonesia Raya di Yogya: Mirip Korea Utara
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 20 Mei 2021 22:10 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Partai Ummat menyoroti surat edaran yang diteken Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X tentang kewajiban memperdengarkan lagu Indonesia Raya setiap pagi mulai 20 Mei 2021.
"Kebijakan seperti ini mirip dengan kebijakan di negara-negara otoriter seperti Korea Utara," ujar pengurus Partai Ummat DIY Nazaruddin dalam siaran persnya kepada Tempo.
Loyalis politisi senior Amien Rais itu mengungkap kebijakan memperdengarkan lagu Indonesian Raya setiap pagi itu menjadi satu cermin salah kaprahnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
"Salah satu yang salah kaprah kebijakan ini, upaya memupuk nasionalisme melalui kewajiban memutar lagu Indonesia Raya setiap jam 10.00 dan kewabijan berdiri tegak dengan sikap hormat saat lagu itu diputar," kata Nazaruddin.
Menurut Nazaruddin kebijakan untuk meningkatkan nasionalisme dengan cara seperti itu terlalu prematur dibuat.
"Tanpa studi terlebih dahulu, akhirnya upaya memupuk nasionalisme yang dilakukan lebih bersifat simbolis dan tidak substantif," kata dia.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam pidato pencanangan Gerakan Indonesia Raya Bergema pada 20 Mei 2021 mengatakan surat edaran yang mengajak memperdengarkan lagu Indonesia Raya setiap hari itu hanyalah sebagai payung untuk menggelorakan gerakan cinta tanah air dan bangsa.
"Jangan kita menganggap seakan jalan yang kita tempuh ini adalah one-way traffic sehingga siapa pun yang berlawanan arah sah hukumnya untuk dikenakan sanksi," kata Sultan.
Namun, Sultan juga berpesan agar masyarakat juga tak terjebak pada jargon tanpa isi dan menjadi semacam patriotisme buta. Seperti gema jargon NKRI Harga Mati dan sebagainya.
"Padahal pada awalnya toh sesungguhnya yang kita rancang adalah patriotisme konstruktif," kata dia.
Sekretaris Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Kadarmanta Baskara Aji mengatakan bahwa surat edaran Sultan HB X itu tidak bersifat fleksibel, tidak kaku dan tidak memuat sanksi apapun ketika ada yang tidak menjalankannya.
"Surat edaran itu sifatnya disesuaikan saja, (lagu Indonesia Raya ) ya jangan diperdengarkan di tempat-tempat yang tidak memungkinkan orang berdiri tegak, itu malah tidak menghormati," ujar Aji.
PRIBADI WICAKSONO