Riset Setara: Pandemi Covid-19 Lahan Subur Diskriminasi dan Intoleransi

Rabu, 7 April 2021 07:47 WIB

Halili - Direktur Riset Setara Institute

TEMPO.CO, Jakarta - Laporan riset Setara Institute menyebutkan pandemi Covid-19 menjadi lahan subur diskriminasi dan intoleransi.

Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan, sepanjang 2020, terjadi 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), dengan 422 tindakan.

“Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah peristiwa menurun tipis, yang mana pada 2019 terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB, namun dari sisi tindakan melonjak tajam dibandingkan sebelumnya yang hanya 327 pelanggaran,” kata Halili dalam keterangannya, Selasa, 6 April 2021.

Peristiwa pelanggaran KBB ini paling banyak terjadi di Jawa Barat (39 peristiwa), Jawa Timur (23), Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9), Sulawesi Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera Barat (5).

“Tingginya jumlah kasus di Jawa Barat hampir setara dengan jumlah kumulatif kasus di 19 provinsi lainnya,” katanya.

Advertising
Advertising

Menurut Halili, dari 422 tindakan yang terjadi, 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara, seperti pemerintah daerah dan kepolisian. Sementara 184 di antaranya dilakukan aktor non-negara, seperti kelompok warga dan ormas keagamaan. Hal itu menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan tindakan pelanggaran oleh aktor negara tahun lalu berlanjut.

Tindakan tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara adalah diskriminasi (71 tindakan), sedangkan tindakan tertinggi oleh aktor non-negara adalah intoleransi (42 tindakan). “Melihat potret tindakan aktor negara dan non negara, tampak bahwa pandemi menjadi lahan subur bagi terjadinya diskriminasi dan
intoleransi,” ujarnya.

Adapun kelompok korban pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 2020 terdiri dari warga (56 peristiwa), individu (47), agama lokal atau penghayat kepercayaan (23), pelajar (19), umat Kristen (16), umat Kristiani (6), aparatur sipil negara (4), umat Konghucu (3), umat Katolik (3), umat Islam (3), umat Hindu (3), umat Buddha (2), dan ormas keagamaan (2).

Secara umum, kata Halili, pandemi Covid-19 membawa dampak positif dan negatif bagi KBB di Indonesia. Dampak positif yang ditimbulkan, misalnya, cakupan ibadah daring yang menjadi tak terbatas serta timbulnya inisiatif gotong royong antar umat beragama.

Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu munculnya polarisasi dalam masyarakat, politisasi Covid-19, pelipatgandaan marjinalisasi kelompok yang terdiskriminasi terutama perempuan, dan pembatasan atau pembatalan kegiatan keagamaan.

Dalam rekomendasinya, Halili menyarankan pemerintah pusat dan daerah menguatkan program kemasyarakatan yang menekankan interaksi antaragama dalam lingkungan sosial. Sehingga bisa menghilangkan diskriminasi dan intoleransi. “Hal ini penting dalam rangka memupuk kepercayaan dan persaudaraan satu sama lain, memajukan toleransi, dan membangun resiliensi sosial,” kata dia.

Baca juga: Komnas HAM Teken Standar Norma Pengaturan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Berita terkait

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

19 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

30 hari lalu

Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)

Baca Selengkapnya

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

37 hari lalu

Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

48 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

54 hari lalu

Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.

Baca Selengkapnya

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

56 hari lalu

International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"

Baca Selengkapnya

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

56 hari lalu

Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Oktober lalu bahwa hampir 43.000 tentara perempuan saat ini bertugas di militer.

Baca Selengkapnya

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

57 hari lalu

Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.

Baca Selengkapnya

Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

19 Februari 2024

Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

Marie Thomas dikenal sebagai dokter perempuan pertama. Ia melalui diskriminasi saat sekolah kedokteran

Baca Selengkapnya

Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

8 Februari 2024

Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

Presiden Gus Dur mencabut instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 pada era Presiden Soeharto yang melarang perayaan Imlek.

Baca Selengkapnya