Cerita Karyawan Kedai Kopi Saat KPK Tangkap Samin Tan
Reporter
Andita Rahma
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 6 April 2021 15:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelarian buron Samin Tan berakhir pada 5 April 2021. Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal itu di sebuah kedai kopi di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, pada sekitar pukul 15.30 WIB.
Tempo mendatangi kedai kopi yang bernama Mokka Coffee Cabana itu. Lokasinya berada di sebelah kiri jalan jika datang dari arah Bundaran Hotel Indonesia (HI). Tak banyak pengunjung saat menyambangi.
Seorang karyawan kedai mengatakan bahwa Samin Tan adalah pengunjung tetap. "Dia regular customer, suka dateng satu atau dua minggu sekali," ucap dia pada Selasa, 6 April 2021. Dia bercerita, Samin Tan selalu mengisi ruang meeting. Ia kerap datang bersama beberapa orang lainnya.
Di hari penangkapan, Samin Tan tiba di kedai pada sekitar pukul 14.30 WIB. Satu jam kemudian atau 15.30 WIB, Tim KPK datang dan langsung masuk ke dalam ruang meeting tersebut.
"Engga lama, sekitar satu jam atau 16.30 WIB, keluar dari ruangan dengan tangan sudah terborgol," kata dia. Saat itu, Samin Tan datang berempat dengan dua orang laki-laki dan satu wanita.
Karyawan itu mengira awalnya akan ada perkelahian. Namun, salah satu penyidik mendatangi salah satu karyawan lainnya dan menginformasikan bahwa tengah menangkap seorang buron.
"Datang, lalu KPK bilang mau nangkep. Kejadiannya cepat, ya sudah," ujar dia.
Baca: 6 Babak Kasus Samin Tan, Buronan yang Ditangkap KPK
Sebagai informasi, KPK memasukkan Samin Tan, ke dalam daftar buronan sejak Mei 2020. Samin berstatus tersangka pemberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih.
KPK mengalungkan status buron kepada Samin Tan setelah ia dua kali mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka pada 2 Maret 2020 dan 28 Februari 2020. Samin tak datang tanpa memberi alasan.
KPK menetapkan Samin Tan menjadi tersangka sejak 1 Februari 2019. Komisi antikorupsi menyangka pengusaha tersebut menyuap Eni sebanyak Rp 5 miliar terkait pengurusan izin tambang batu bara.
Kasus bermula saat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kalimantan Tengah pada Oktober 2017. PT BLEM sebelumnya telah mengakuisisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan permasalahan itu, Samin diduga meminta bantuan kepada sejumlah pihak, termasuk Eni. KPK menduga untuk memenuhi permintaan itu, Eni selaku anggota Komisi Energi DPR berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM. Eni memanfaatkan forum Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM. Posisi Eni saat itu merupakan anggota Panitia Kerja Minerba Komisi VII DPR.
Penetapan tersangka terhadap Samin merupakan pengembangan perkara dari kasus suap proyek PLTU Riau-1. Dalam kasus ini, Eni terbukti menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo sebanyak Rp 4,75 miliar untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Eni divonis 6 tahun penjara. Belakangan, Eni Saragih diketahui juga menerima uang dari sejumlah pengusaha untuk mengurus masalah bisnisnya, salah satunya Samin Tan.
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI