KPK Hentikan Perkara Korupsi BLBI, Begini Perjalanan Kasusnya
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Amirullah
Jumat, 2 April 2021 06:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan pengusutan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI melalui penerbitan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3. Dua orang yang menyandang status tersangka di kasus ini adalah Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
"Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait tersangka SN dan ISN," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Kamis, 1 April 2021. KPK beralasan penebitan SP3 sesuai dengan Pasal 40 Undang-undang KPK.
BLBI adalah skema pinjaman pemerintah yang diberikan melalui Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena krisis 1998. Pada Desember 1998, BI menyalurkan dana Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Sepuluh bank merupakan bank beku operasi, lima bank take over, 18 bank berstatus bank beku kegiatan usaha, dan 15 lainnya adalah bank dalam likuidasi.
Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) merupakan salah satu bank yang ditetapkan sebagai bank dalam penyehatan atau bank beku operasi. BDNI menandatangi pengambil-alihan aset dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BBPN) melalui Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Berdasarkan perjanjian itu, Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali BDNI menanggung sisa keuangan kewajiban BDNI sebesar Rp 28,4 triliun. Pembayaran dilakukan secara tunai senilai Rp 1 triliun dan penyerahan aset perusahaan Rp 27,49 triliun.
Pada 2002, terjadi proses likuidasi terhadap kewajiban obligor sebesar Rp 4,8 triliun. Dari proses tersebut, Rp 1 triliun direstrukturisasi; sedangkan Rp 3,7 triliun lainnya tidak dilakukan pembahasan.
Pada 2004, BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim. Padahal, saat itu kewajiban obligor masih ditagihkan. Penerbitan SKL kepada Sjamsul sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.
Pada 2006, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK memeriksa penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) atas laporan pelaksanaan tugas BPPN. BPK dalam laporannya menyatakan semua obligor telah memenuhi kewajiban BPPN.
Pada 2017, hasil audit BPK berbeda dengan hasil audit pada 2006. Hasil audit BPK 2017 mengindikasikan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun dan diduga terjadi indikasi tindak pidana korupsi dalam penerbitan surat SKL BLBI. KPK kemudian memeriksa Sjamsul Nursalim.
Februari 2019, Sjamsul lewat kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, menggugat BPK dan auditor perihal audit potensi kerugian keuangan negara dalam kasus BLBI. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Pada 10 Juni 2019, Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, ditetapkan sebagai tersangka. KPK memasukkan keduanya dalam daftar pencarian orang karena dua kali tak memenuhi panggilan. KPK juga meminta bantuan KBRI Singapura dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura, untuk memanggil keduanya.
April 2021
KPK menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3 atas kasus yang menimpa Sjamsul. KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di mengatakan Sjamsul dan Itjih berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan korupsi BLBI bersama mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung. Sementara Syafruddin telah divonis lepas oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi.
KPK sempat mengajukan Peninjauan Kembali vonis lepas Syafruddin ke MA pada 17 Desember 2019. Namun, MA menolak upaya hukum luar biasa tersebut pada Juli 2020. Alex mengatakan KPK meminta pendapat dari ahli hukum pidana. Mereka menyatakan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh oleh KPK atas vonis lepas Syafruddin. “Maka itu KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan (kasus BLBI) atas nama SN dan ISN tersebut,” kata Alex.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ROSSENO AJI