Anggota DPR-MPR Beri Masukan UU ITE, Berpotensi Revisi Sejumlah Pasal
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Aditya Budiman
Jumat, 19 Maret 2021 13:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengundang perwakilan dari parlemen untuk dimintai masukan soal kemungkinan revisi UU tersebut. Hasilnya, sejumlah pasal ikut dipermasalahkan oleh narasumber dari DPR-MPR yang diundang hadir.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mencatat ada beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi. Ia menilai pasal 27 ayat 3 seharusnya tidak dibutuhkan lagi untuk diatur di UU ITE.
"Karena dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP, yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik," kata Hidayat dalam keterangan tertulis Kemenko Polhukam yang diterima Tempo Jumat, 19 Maret 2021.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menekankan alasan awal dibuatnya UU ITE pada 2008 yang memiliki semangat memajukan informasi dan transaksi elektronik. Bukan justru menjadi momok bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi warga negara yang dijamin dalam pasal 28 E ayat 3 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
“Bila kita konsisten dengan tujuan atau pertimbangan utama dihadirkannya UU ITE tahun 2008, tentu fokus dalam melaksanakan revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat dalam bingkai demokrasi Pancasila yang berpotensi untuk dijadikan alat kriminalisasi," kata Hidayat.
<!--more-->
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin juga ikut mendukung rencana ini. Bahkan ia berjanji memasukkan revisi UU ITE ke dalam Prolegnas 2021. Azis mengatakan sejumlah pasal yang masih menjadi perdebatan di masyarakat dan tarik menarik dalam penafsiran hukum adalah pasal 26 ayat 3, pasal 27, 28, 29, pasal 30, 40 dan pasal 45.
“Banyak hal yang bisa dijadikan diskusi, bagaimana azas-azas norma daripada pasal-pasal didalam UU ITE yang merupakan kejahatan di dalam cyber. Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, pasal 26 tentang penghapusan informasi, pasal 36 tentang kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses," ujar Azis. Menurut dia, hal itu menjadi diskusi dari waktu ke waktu dan sampai dengan saat ini antara fraksi fraksi sampai sekarang belum ada kesepakatan,” kata Azis.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan dalam UU ITE Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 memang menjadi perdebatan. Namun demikian, politisi PDIP ini berhadap agar dua pasal tersebut tidak dihilangkan.
“Tapi kalau harus direvisi saya berharap ke 2 Pasal itu hendaknya dipertahankan, jangan dihilangkan karena itu roh dan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Ia menyatakan punya data ihwal adanya kelompok yang ingin berselancar atas nama kebebasan untuk mengkritik dan lain sebagainya. "Untuk mendisintegrasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata TB Hasanuddin.
TB menyarankan agar dibuat pedoman penegak hukum dalam aplikasi kedua pasal krusial (Pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2). “Tapi kalau membuat pedoman kurang ya kita angkat ada peraturan presidennya atau peraturan pemerintah tentang undang-undang ini," kata dia ihwal UU ITE.
Baca juga: Tunggu Revisi UU ITE, Bagir Manan Usulkan Relaksasi Penerapannya