TEMPO.CO, Jakarta - Effendi Gazali memastikan penasihat ahli tidak memiliki hubungan dengan Tim Due Diligence. Sebab, tim seleksi ekspor benih lobster ini kebanyakan diisi oleh staf khusus.
"Memastikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa penasihat ahli mengharuskan adanya budidaya yang sesungguhnya, baru boleh ekspor, yaitu dua kali siklus budidaya selama satu tahun," ucap Effendi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 5 Maret 2021.
Mantan penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan itu sebelumnya menjalani pemeriksaan pada 4 Maret 2021. Penyidik memanggilnya sebagai saksi untuk perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster yang melibatkan Edhy Prabowo.
Melalui Effendi, penyidik mengulik ihwal terbitnya Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentang Lobster, Kepiting, dan Rajungan.
Effendi menyatakan tidak banyak yang ia tambahkan karena penyidik KPK sudah memiliki data secara detail. "Ada deretan peristiwa, deretan rapat-rapat. Ada berkas-berkas. Ada catatan siapa saja yang hadir. Ada foto-foto," kata dia.
Advertising
Advertising
Ada tujuh tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah Edhy Prabowo, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi.
Selanjutnya, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT ACK Siswadi , dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.
Sedangkan pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini sudah berstatus terdakwa. Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp 706.055.440 kepada Edhy Prabowo. Suap ini diberikan agar memperoleh izin ekspor benih lobster.
Baca juga: Edhy Prabowo Mengaku Siap Dihukum Mati