Mahfud Md Ingin RUU KUHP Disahkan Tahun Ini
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Aditya Budiman
Jumat, 5 Maret 2021 05:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md menyebut bahwa Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana mendesak untuk segera disahkan. Ia berharap RUU KUHP bisa disahkan tahun ini.
"Mari kita buat resultante baru. Kesepakatan baru. Ini sudah tinggal sedikit lagi, agar misalnya tahun ini, KUHP kita yang baru sudah disahkan,” ujar Mahfud lewat keterangannya, Kamis, 4 Maret 2021. Menurut dia, pada waktu menjelang pembentukan kabinet baru yang ramai penolakan terhadap beberapa UU, ia termasuk yang mendukung agar RUU KUHP segera disahkan.
Pada 20 September 2019, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP setelah mahasiswa menggelar aksi besar-besaran menolak pengesahan rancangan undang-undang tersebut. Para mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menolak sejumlah pasal kontroversial dalam RUU itu.
Menurut Mahfud, jika terdapat hal-hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, semestinya tak lantas membuat batal disahkan. Perbaikan, kata Mahfud, bisa dilakukan melalui legislative review atau judicial review.
"Soal salah, nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review. Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan. Maka, menurut saya kita harus mempercepat ini sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki,” ujar Mahfud.
Baca juga: Komnas Perempuan Desak Sahkan RUU PKS Sebelum RUU KUHP
<!--more-->
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebut dalam catatannya upaya dalam melakukan perubahan terhadap RUU KUHP telah berlangsung selama 60 tahun. Namun hal itu belum juga berhasil.
Ia menilai salah satu hambatannya ialah karena membuat sebuah hukum, yang sifatnya kodifikasi dan unifikatif tidak mudah di dalam masyarakat Indonesia yang begitu plural. "Jadi kita harus melakukan agregasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan atau resultante,” ujar Mahfud.
KUHP telah digunakan sejak jaman Kolonial Belanda. Untuk itu, kata Mahfud, resultante baru menjadi penting. Ia menegaskan bahwa hukum berubah sesuai dengan perubahan masyarakat (ubi societas ibi ius), sehingga sudah saatnya UU hukum pidana yang sudah berumur lebih dari 100 tahun ini diubah.
“Ketika terjadi proklamasi, berarti terjadi perubahan masyarakat kolonial menjadi masyarakat merdeka. Masyarakat jajahan menjadi masyarakat yang tidak terjajah lagi. Nah, makanya hukumnya harus berubah seharusnya,” ujar Mahfud MD.
Salah satu pasal dalam RUU KUHP yang dianggap masyarakat sipil masih kontroversial adalah pasal penghinaan presiden. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menuntut pasal penghinaan presiden dengan bentuk apapun dihapuskan.
“RKUHP masih memuat aturan-aturan yang dapat membawa Indonesia kembali pada masa kolonialisme atau bahkan lebih buruk dari masa kolonialisme,” kata Direktur Eksekutif ICJR, Anggara dalam keterangan tertulis Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurut Anggara pasal dalam RUU KUHP itu tidak sesuai dengan negara demokrasi. KUHP warisan Belanda dulu merumuskan pasal ini untuk melindungi martabat ratu. Sedangkan presiden, kata dia, dipilih oleh rakyat dan harus bisa menerima kritik.
DEWI NURITA