Epidemolog Ingatkan Potensi Bahaya Sistem Zonasi RT dalam PPKM Mikro

Reporter

Egi Adyatama

Editor

Amirullah

Rabu, 10 Februari 2021 18:13 WIB

Warga berjalan melewati seorang cosplayer hantu di sekitar Jalan Asia Afrika Bandung, Jawa Barat, yang tetap ramai dikunjungi saat pemberlakuan PPKM, 6 Februari 2021. Himbauan "weekend di rumah saja" oleh pemerintah guna menekan penularan virus corona tak terlalu diindahkan oleh sebagian masyarakat. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengingatkan pemerintah terhadap potensi bahaya dalam penerapan sistem zonasi tingkat RT dalam pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, yang diterapkan dari 9 Februari hingga 22 Februari 2021.

"Kita ini berani-beraninya melakukan me-lockdown RT risiko tinggi dan membebaskan RT dengan risiko rendah. Padahal kita tak tahu persis apa betul yang risiko rendah itu benar resiko rendah," kata Windhu saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Februari 2021.

Windhu merujuk pada sistem zonasi risiko yang diterapkan di tingkat RT. Dari empat kategori zonasi, hanya zona merah dan oranye yang diterapkan pembatasan kegiatan masyarakat dan ditutup tempat-tempat umumnya. Sedangkan di RT dengan zona hijau dan kuning, hanya pengawasan yang dilakukan dan masyarakat masih bisa bergerak.

Baca juga: Kemendagri Jelaskan Beda PPKM Jilid 1-2 Dengan PPKM Mikro

"Padahal kita tak tahu persis apa betul yang resiko rendah itu benar resiko rendah. Mungkin di sana ternyata ada kasus, tapi karena testing kita lemah, kita nggak dapet bahwa di situ ada penularan yang besar. Jadi itu sangat berbahaya, itu bisa jadi bom waktu," kata Windhu.

Advertising
Advertising

Ia menduga pemerintah mencoba meniru Hong Kong yang melakukan lockdown mikro hingga tingkat blok. Namun Windhu mengingatkan Hong Kong bisa melakukan itu karena mereka punya peta sebaran Covid-19 hingga tiap blok. Testing Hong Kong hingga pekan kemarin, kata Windhu, sudah mencapai 86 persen dari jumlah penduduk.

"Artinya mereka betul-betul punya peta mana blok risiko tinggi, mana blok resiko rendah. Yang mereka lockdown adalah yang resiko tinggi. Yang zona aman, itu boleh bergerak," kata Windhu.

Hal itu kata dia, belum terjadi di Indonesia. Sampai hari ini, Windhu mengatakan baru 2,5 persen testing rate penduduk Indonesia. Dari 202 negara yang melaporkan testingnya, Indonesia itu ada di peringkat 159.

"Kita yang penduduknya 270 juta, hanya ngetes 6 juta orang lebih sedikit hingga kemarin. Nggak sampai 2,5 persen. Jadi kita ini seperti sekarang ini berjalan dengan peta buta," kata Windhu.

Ia mengatakan seharusnya, semakin lemah testing dan tracing suatu negara, semakin makro juga lockdown atau PPKM yang diterapkan. Minimal satu kota satu kabupaten. "Tak bisa kita pakai satu RT/RW, kita bisa keliru. Jika kuat testing dan tracing kita, makin kita bisa melakukan testing yang makin mikro. Jadi instruksi ini tidak berbasis pada ilmu pengetahuan," kata Windhu.

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

1 hari lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

3 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

3 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

9 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

10 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

10 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya