KontraS Catat 40 Aksi Kekerasan di Papua Sepanjang 2020
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Amirullah
Kamis, 10 Desember 2020 21:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat terjadi 40 aksi kekerasan di Papua sepanjang 2020. Catatan ini disampaikan dalam rangka peringatan Hari HAM Sedunia pada 10 Desember 2020.
"Kontras mencatat sepanjang 2020 itu setidaknya setiap bulan terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua," kata peneliti KontraS, Arif Nur Fikri dalam konferensi pers virtual, Kamis, 10 Desember 2020.
Ia menyebut, 40 kasus tersebut didominasi oleh kasus kekerasan berupa penembakan, penganiayaan, dan penangkapan sewenang-wenang oleh aparat. Baik yang dilakukan oleh TNI, Polri, maupun keduanya terhadap masyarakat Papua.
"Dalam dokumentasi kami, peristiwa itu mengakibatkan 276 orang menjadi korban, baik korban luka, tewas maupun ditangkap," kata Arif.
Banyaknya korban sipil yang jatuh dalam aksi kekerasan di Papua, kata Arif, seharusnya membuka mata pemerintah bahwa pendekatan militerisme tidak efektif di Papua. Menurut Arif, hal ini sangat perlu dievaluasi oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menyebut, pendekatan keamanan yang masih digunakan pemerintah di Papua, tak memiliki legitimasi ataupun Undang-Undang yang membawahi terkait daerah operasi militer di Papua. "Sebenarnya sudah dicabut oleh pemerintah pada 1999, tapi pendekatan, cara-cara dan pola pendekatan keamanan masih terus dilakukan hingga hari ini," kata dia.
Oktober lalu, Menko Polhukam Mahfud Md menampik bahwa pemerintah melakukan pendekatan keamanan untuk meredam berbagai konflik di Papua. Mahfud mengklaim pemerintah selalu melakukan pendekatan komprehensif dan akan memperbarui instruksi presiden (Inpres) percepatan pembangunan Papua.
"Kami sudah menyiapkan rancangan Inpres-nya yang akan segera dikeluarkan dalam waktu dekat. Jadi kita bukan pendekatan keamanan, tapi keamanan biasa saja dilakukan sesuai dengan kebutuhan," kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Oktober lalu.
Mahfud menyebut, pendekatan komprehensif disesuaikan dengan situasi keamanan. Apabila terjadi kerusuhan, kata dia, pemerintah terpaksa harus melakukan pengamanan.