Dirut PT Gardatama Sebut Uang Rp 5 Miliar Pinjaman dari Edhy Prabowo
Reporter
Linda novi trianita tnr
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 4 Desember 2020 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Gardatama Nusantara Syammy Dhusman mengatakan perusahaannya memang menerima Rp 5,2 miliar dari eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Namun, duit itu merupakan pinjaman untuk gaji karyawan perusahaan jasa keamanan milik Prabowo Subianto itu.
“Yang Rp 5 miliar ini murni pinjaman Pribadi ke Pak Edhy, karena kami teman lama di Akademi Militer,” kata Syammy kepada Tempo pada Senin, 30 Desember 2020.
Syammy menunjukkan percakapan dengan Edhy lewat WhatsApp ihwal pinjaman uang. Pada medio April, Syammy meminjam uang ke Edhy Rp 2,5 miliar. Ia menerangkan duit itu akan digunakan untuk menggaji pegawai PT Gardatama.
Dia beralasan penagihan invoice ke perusahaan mitra yang menggunakan jasa Gardatama tersendat karena pandemi Covid-19. Ia berjanji akan mengembalikan uang itu pada 15 Mei. Edhy menanyakan ihwal bonus jika meminjamkan uang ke PT Gardatama. Syammy menyanggupi dua persen. “Rp 50 juta itu bunga yang kami berikan atas pinjaman tersebut, ini murni bisnis,” ujar Syammy.
PT Gardatama kemudian mengembalikan pinjaman itu yang dicairkan pada medio Mei sejumlah Rp 2.550.000.000 termasuk bunga dua persen. Syammy mengontak Edhy yang masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan itu untuk meminjam uang lagi ke Edhy pada Oktober. “Saat itu Pak Edhy baru sembuh dari Covid-19, jadi pesan saya tidak dibalas,” ujarnya.
<!--more-->
Karena kondisi keuangan PT Gardatama masih tersendat, Syammy mengaku kembali mengontak Edhy untuk meminjam uang pada 3 November. “Inilah mungkin yang dimaksud ada aliran dana Rp 5 miliar itu, padahal ini murni pinjaman seperti April lalu,” kata Syammy. Ia berjanji akan mengembalikan duit itu dalam dua pekan. Namun, Syammy mengakui hingga kini belum mengembalikan uang tersebut ke Edhy.
Menurut Syammy, invoice yang ditagihkan ke perusahaan mitra yang menggunakan jasa keamanan Gardatama sebenarnya sudah akan membayar pada awal November itu. Namun, ia terlanjur meminjam kepada Edhy sehingga menggunakan uang itu sebagai dana talangan perusahaan.
Dia mengakui dekat dengan Edhy karena sama-sama kawan seangkatan di Akademi Militer 1991 yang kemudian juga sama-sama dipecat dua tahun kemudian bersama 13 orang lainnya termasuk Direktur Operasional PT Gardatama Ikhwan Amirudin. “Sebagai direktur utama, saya bertanggung Jawab atas jalannya perusahaan ini. Pemilik perusahaan tidak tahu soal teknis keuangan,” kata dia.
Syammy yang didampingi Direktur Operasional PT Gardatama Ikhwan Amirudin beserta tiga orang lainnya mengklarifikasi terkait pemberitaan Majalah Tempo edisi 30 November-6 Desember. Dalam laporannya, Tempo menemukan aliran dana korupsi pengangkutan ekspor benur yang ditampung Menteri Edhy mengalir ke perusahaan jasa keamanan milik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu.
Dalam laporan Majalah Tempo, Menteri Edhy diduga memasang Amri dan Nursan di PT Aero Citra Kargo sebagai pemegang saham perusahaan. Perusahaan ini memonopoli pengangkutan bayi lobster ke luar negeri pada Juni lalu atau sebulan setelah keran ekspor benur dibuka. Nursan meninggal pada Juli 2020.
<!--more-->
Awalnya anggota staf khusus Menteri Edhy, Chusni Mubarok, yang akan menggantikan Nursan. Tapi, Komandan Sekolah Kader Partai Gerindra itu telah punya jabatan resmi sebagai anggota staf menteri sehingga tak bisa masuk ke PT Aero.
Chusni kemudian meminjam nama saudaranya yang berdomisili di Malang, Jawa Timur, Bahtiar, untuk dijadikan komisaris baru PT Aero. Chusni turut diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Menteri Edhy dan puluhan orang lainnya pada Rabu, 25 November lalu.
Sejak itu, duet Amri dan Ahmad Bahtiar menjadi pengurus PT Aero. Tapi, untuk mengirimkan benur ke luar negeri, PT Aero sebenarnya menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia, yang dikendalikan Siswadhi Pranoto dan Dipo Tjahjo Pranoto. Keduanya bekas komisaris dan direktur lama PT Aero sebelum digantikan Nursan dan Amri.
Pengurus PT Aero yang baru kemudian membuat perjanjian membagi keuntungan dengan Siswadhi. Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing mendapat 41 persen, sedangkan Siswadhi yang menempatkan kerabatnya di PT Aero kebagian sisanya. Keuntungan tersebut berasal dari ongkos pengiriman benur ke luar negeri.
Orang-orang Edhy Prabowo juga mengatur besaran ongkos kargo tersebut. Dua anggota staf khusus Edhy yang lain di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Andreau Misanta Pribadi dan Safri Muis, serta kader Gerindra yang juga anggota staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin, meminta para pengusaha membayar ongkos angkut Rp 1.800 per ekor benur, jauh di atas biaya kargo perusahaan lain yang hanya Rp 200-300. Selisihnya, Rp 1.500, menjadi jatah Edhy melalui Amri dan Bahtiar—setelah dikurangi jatah Siswadhi.
Sejak Juni hingga 3 November, sudah 37.973.160 ekor benur diekspor ke Vietnam menggunakan jasa angkut PT Aero Citra Kargo. Dari berkali-kali ekspor tersebut, PT Aero menangguk untung besar. Sebagian duit tersebut ditampung di rekening Amri dan Ahmad Bahtiar. Saldo masing-masing setidaknya mencapai Rp 12 miliar lebih sehingga totalnya di atas Rp 25 miliar.
Dari rekening Amri dan Bahtiar, duit mengalir ke rekening empat anak buah Edhy, yakni Safri Muis, Andreau Pribadi, Syaihul Anam, dan Amiril Mukminin, serta ke rekening Ainul Faqih, anggota staf istri Edhy. Dari lapis kedua itu duit diteruskan lagi. Amiril dan Ainul diduga mengalirkan duit hingga Rp 5 miliar lebih ke PT Gardatama Nusantara.