Konferensi PKN 2020 Rumuskan Lima Serat Kesadaran
Selasa, 1 Desember 2020 19:29 WIB
INFO NASIONAL -- Konferensi PKN 2020 telah berakhir Senin, 30 November 2020. Sebanyak 33 narasumber dan pelau budaya menyampaikan refleksi, pidato, dialog dan percakapan untuk berbagi pengalaman dan pandangan. Dibingkai oleh proses Tutur, Kultur dan Luhur, konferensi ini mencari titik temu dan menganyam kembali pengalaman bersama sebagai panduan untuk bersikap.
Tutur sebagai nilai-nilai dasar yang disemai dalam musyawarah, diterapkan dalam tindak budaya yang membentuk Kultur, ditransformasikan menjadi kebijaksanaan Luhur yang berfungsi sebagai panduan Bersama. Untuk menganyam keselarasan raya ini, konferensi PKN merumuskan lima serat kesadaran (mindscape), yang saling berhubung satu dengan yang lain dan membentuk benih-benih kesadaran baru.
Pertama, pandangan dunia dan bangkitnya akal budi. Kewajaran baru membutuhkan moralitas baru, sebagaimana kewajaran baru memerlukan pola-ajar dan panduan baru. Masyarakat sedang menyusun tatanan yang lebih peka dan lentur terhadap kerjasama serta perubahan.
Serangan pandemi terhadap akal-tubuh (gene), justru memberi peluang bangkitnya akal-budi (meme). Pada saat kita diminta menjaga jarak sosial, sebaliknya terbuka peluang untuk merapatkan ikatan batin (solidaritas). Jika akal-tubuh menuntut penyelarasan dengan alam, maka akal-budi mendorong kreativitas budaya setinggi tingginya.
Kedua, tubuh alam dan jaringan keberadaan. Pandemi mendorong tumbuhnya kesadaran bahwa tubuh manusia merupakan bagian inheren dari tubuh alam. Yang tertusuk di alam, akan terluka pada manusia. Alam mengatur keseimbangan, menjaga kehidupan dan meneruskan keberlangsungan.
Kearifan tradisi mengingatkan, bahwa pang-alam-an untuk meng-alam-i Alam, merupakan cara untuk bereksistensi di dunia. Tubuh-Alam adalah jaringan keberadaan. Merawat alam berarti pula meruwat tubuh masyarakat, memulihkan relasi dengan keberadaan.
Ketiga, ekonomi perawatan kehidupan (economy of care). Untuk memuliakan kehidupan, karenanya ekonomi hendaknya berpihak, dikelola dan dilandasi oleh kebahagiaan hidup manusia (human wellbeing) sebagai tujuan dan cara pencapaian. Ekonomi perawatan kehidupan mendapatkan maknanya yang baru, di tengah sakitnya industri ekstraktif, konsesi-konsesi skala besar, industri penghasil pencemaran, dan lainnya.
Keempat, politik makanan dan selera. Saatnya sekarang dan masa yang akan datang kita menyelamatkan warisan layanan ekologis alam, dan budaya leluhur berupa cara-cara memproduksi dan mengkonsumsi makanan-makanan lokal di seantero nusantara. Pengetahuan dan kearifan adat dan lokal harus dilestarikan, dikodifikasi-dokumentasi, dan diwariskan ke- dan dimodifikasi untuk generasi berikutnya.
Di tengah arus utama, kita mensyukuri dan merayakan keanekaragaman hayati, kekayaan alam flora-fauna, dan layanan ekologi dari “tanah-tanah pusaka” yang memungkinkan para pemasak di dapur-dapur keluarga dan komunitas menghasilkan makanan lokal yang mencukupi, bergizi dan menjadi kebanggan ikon nasional, seperti rendang. Rendang kini menjadi ikon dan penanda dalam diplomasi internasional. Politik rasa menjadi langgam baru dalam identitas antar bangsa.
Kelima, bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Dalam jiwa yang sehat dan badan yang bugar lah (men sana en corpore sano) terletak ketahanan bangsa. Moto yang menggugah ini, merupakan syarat untuk mencapai Indonesia Bahagia.(*)