20 Tahun UU Pengadilan HAM Dinilai Belum Efektif Berikan Akses Keadilan

Reporter

Friski Riana

Senin, 23 November 2020 17:00 WIB

Sejumlah aktivis melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. Mereka juga meminta Presiden menindaklanjuti penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Undang-Undang Pengadilan HAM yang sudah berlaku 20 tahun belum efektif memberikan akses terhadap keadilan bagi bangsa Indonesia.

"Ini bukan hanya kesimpulan tapi juga pengalaman dan yang kita semua saksikan kejadiannya saat ini," kata staf advokasi KontraS, Tioria Pretty, dalam webinar, Senin, 23 November 2020.

Menurut Tioria, ada dua masalah dalam penerapan UU Pengadilan HAM. Pertama minimnya political will. Hal ini terlihat sejak awal pembentukan UU Pengadilan HAM di mana Indonesia sedang berupaya mencegah kasus Timor Timur tidak disidangkan melalui peradilan HAM.

Sehingga yang dilakukan adalah membuat UU Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000. "Isinya copy paste Statuta Roma, tapi ada beberapa hal tidak dimasukan dan beberapa hal disesuaikan sehingga jadi lah UU Pengadilan HAM sekarang," ujarnya.

Tioria menyebutkan, berdasarkan Statuta Roma, ada empat jenis pelanggaran HAM berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Sedangkan pada UU Pengadilan HAM, pelanggaran berat hanya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sehingga, kejahatan perang dan agresi saat ini dianggap kejahatan biasa.

Karena tidak bisa dibawa ke pengadilan HAM, dua tindak pidana tersebut tidak memiliki kekhususan, seperti retroaktif dan tidak ada kedaluwarsa. "Serta pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat tidak berlaku dalam kedua peristiwa ini," katanya.

Selain itu, mekanisme pembentukan pengadilan HAM juga sarat politik. Misalnya, diperlukan rekomendasi DPR yang merekomendasikan pada presiden untuk membentuk pengadilan HAM, kemudian pembentukannya di tangan presiden. "Banyak aspek politik bermain."

Masalah kedua adalah celah normatif yang memungkinkan penundaan proses yang tidak perlu secara terus menerus dalam penyelidikan, penyidikan, dan pengadilan. Sehingga, Tioria menilai UU Pengadilan HAM perlu direvisi.

FRISKI RIANA

Berita terkait

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

7 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

11 hari lalu

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.

Baca Selengkapnya

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

13 hari lalu

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

14 hari lalu

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

Perubahan penyebutan istilah KKB jadi OPM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apa saja kritik mereka?

Baca Selengkapnya

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

15 hari lalu

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.

Baca Selengkapnya

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

16 hari lalu

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

KontraS mengatakan perubahan nama KKB menjadi OPM itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat yang ada di Papua.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

25 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

27 hari lalu

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.

Baca Selengkapnya

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

33 hari lalu

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.

Baca Selengkapnya

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

37 hari lalu

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.

Baca Selengkapnya