Tuntut Perpu Omnibus Law, Buruh Minta Jokowi Tak Serta Merta Arahkan ke MK
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 12 Oktober 2020 09:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mempersilakan uji materi ke Mahkamah Konstitusi jika keberatan dengan Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Jumisih mengatakan tuntutan para buruh adalah diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan omnibus law itu.
"Jadi pemerintah tidak bisa serta merta sampaikan kalau tidak setuju dengan UU Cipta Kerja ya judicial review saja," kata Jumisih kepada Tempo, Minggu 11 Oktober 2020.
Menurut Jumisih, pernyataan yang mengarahkan ke Mahkamah Konstitusi itu harus disikapi hati-hati. Ia menganggap seakan-akan itulah yang direncanakan pemerintah merespons penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
"Seolah-olah itu yang sebenarnya sedang direncanakan pemerintah, toh kalau judicial review ya tahulah kapasitas rakyat. Kita juga harus jeli melihat hakim-hakim MK dipilih oleh Presiden," kata Jumisih.
Hal senada sebelumnya disampaikan dosen Fakultas Hukum Monash University, Australia, Nadirsyah Hosen yang juga tokoh muda Nahdlatul Ulama. Nadirsyah menyebut pernyataan Jokowi bisa menjadi salah kaprah.
"Kami berpandangan bahwa narasi silakan menggugat ke MK itu pada satu sisi benar. Namun, jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman dan ketidaksesuaian," kata Nadirsyah dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Ia mengatakan pasal yang akan digugat ke MK harus jelas. Kalaupun dikabulkan, maka yang akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat saja, sementara pasal yang lain aman. Jika pasal yang digugat dan dibatalkan MK itu sangat krusial dalam UU Cipta Kerja, Nadirsyah mengatakan akan ada peluang bagi MK untuk membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan.
Mengingat UU Cipta Kerja bicara tentang banyak bidang, Nadirsyah menilai tidak akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkan UU Cipta Kerja.
"Artinya, narasi silakan gugat ke MK itu hanya terbatas pada pasal yang dianggap bermasalah saja. Ini membutuhkan usaha ekstra untuk menggugat UU Cipta Kerja per bidang dan per pasal. Ini perlu kerjasama semua pihak terkait akademisi, tokoh masyarakat, ormas, dan rakyat) yang hendak melakukan uji materi ke MK," kata dia.
Ia mengatakan semua pasal bisa dalam omnibus law itu dapat digugat ke MK. Hanya saja, bagi dia, dalam menentukan pasal mana dalam konstitusi untuk dasar gugatannya bukan perkara mudah. Kadang kala norma hukum dalam UU yang bersifat teknis kebijakan cenderung susah digugat karena ketiadaan pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan argumen.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA