YLBHI Kritik Telegram Kapolri Soal Larangan Aksi Tolak RUU Cipta Kerja

Senin, 5 Oktober 2020 16:44 WIB

Sejumlah buruh menggelar aksi menolak RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 30 September 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengkritik Kepolisian Republik Indonesia yang meredam dan melarang aksi unjuk rasa dan mogok nasional menolak Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja. Hal itu tertuang dalam telegram Kepala Polri tertanggal 2 Oktober 2020.

"Kami mengingatkan Kapolri bahwa dalam UUD 1945 dan amandemennya Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah “alat negara” dan bukan alat pemerintah," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam keterangan tertulis, Senin, 5 Oktober 2020.

Dalam telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020, Kapolri menginstruksikan beberapa hal untuk jajarannya terkait rencana aksi unjuk rasa dan mogok nasional kelompok buruh dan masyarakat sipil lainnya menolak RUU Cipta Kerja.

Beberapa instruksi di antaranya melaksanakan giat fungsi intelijen dan deteksi dini; mencegah, meredam, dan mengalihkan aksi unjuk rasa dengan dalih mencegah penyebaran Covid-19; patroli siber pada media sosial dan manajemen media untuk membangun opini publik yang tak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah pandemi.

Kemudian kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah; secara tegas tak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya; melakukan upaya di hulu atau titik awal sebelum berkumpulnya massa; dan penegakan hukum menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan.

Advertising
Advertising

Asfinawati mengatakan tak pernah ada perlakuan seperti ini terhadap aksi-aksi dengan tema lain sebelumnya. Ia menyebut sulit dibantah telegram ini muncul karena RUU Cipta Kerja adalah inisiatif pemerintah. Presiden Joko Widodo pun sejak awal menginginkan RUU ini rampung dalam 100 hari.

"Kami mendesak Presiden sebagai pimpinan langsung Kapolri untuk tidak mengganggu netralitas serta independensi yang seharusnya diterapkan Polri," kata Asfinawati.

Asfinawati mengatakan Presiden dan Kapolri mesti menghormati Undang-undang Dasar 1945 dan amandemennya serta Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya, termasuk pendapat di muka umum.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI M. Isnur mengatakan Polri tak memiliki hak mencegah aksi unjuk rasa. Sebaliknya kata dia, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadpa pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.

Isnur juga menilai Polri diskriminatif jika menyasar peserta aksi dengan alasan pandemi Covid-19. Padahal sebelumnya banyak keramaian yang bahkan tak menaati protokol kesehatan seperti di perusahaan, pusat perbelanjaan, hingga bandara.

"Sebelumnya dua aksi tolak omnibus law sebelumnya terbukti tidak menimbulkan klaster baru Covid-19," kata Isnur.

Isnur juga menilai Polri menyalahgunakan wewenang jika melakukan kontra-narasi isu-isu yang dianggap mendiskreditkan pemerintah. Menurut dia, kata mendiskreditkan adalah tafsiran yang subyektif dan berpotensi menghambat kritik publik kepada pemerintah.

Selanjutnya, YLBHI mempertanyakan alasan UU Kekarantinaan Kesehatan untuk melakukan penegakan hukum terhadap peserta aksi. Isnur mengatakan, Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan baru berlaku saat terjadi akibat dan tidak mungkin diketahui pada saat aksi atau sebelum aksi.

"Berbagai laporan menunjukkan klaster perkantoran tetapi Polri tidak pernah menggunakan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan untuk pengusaha ataupun pejabat yang memerintahkan pekerja/pegawai tetap bekerja," kata Isnur.

Berita terkait

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

1 hari lalu

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.

Baca Selengkapnya

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

1 hari lalu

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

Menurut Sebby Sambom, penambahan pasukan itu tak memengaruhi sikap TPNPB-OPM.

Baca Selengkapnya

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

2 hari lalu

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

Sejumlah perusahaan asal Israel diduga menjual teknologi pengintaian atau spyware ke Indonesia. Terungkap dalam investigasi gabungan Tempo dkk

Baca Selengkapnya

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

2 hari lalu

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

Berikut ini syarat penerimaan SIPSS, Taruna Akpol, Bintara, dan Tamtama Polri 2024 serta tata cara pendaftarannya yang perlu diketahui.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

3 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

3 hari lalu

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

Investigasi Amnesty International dan Tempo menemukan produk spyware dan pengawasan Israel yang sangat invasif diimpor dan disebarkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

3 hari lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

4 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

4 hari lalu

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

Korlantas Polri memastikan pelat nomor khusus kendaraan dinas berkode 'ZZ' harus tetap mematuhi aturan ganjil genap.

Baca Selengkapnya

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

4 hari lalu

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

Korlantas Polri mengungkap, terdapat banyak lembaga negara yang membuat pelat kendaraan dinas dan STNK khusus sendiri.

Baca Selengkapnya