MA Potong Hukuman Anas Urbaningrum dari 14 Jadi 8 Tahun, Ini Perjalanan Kasusnya

Kamis, 1 Oktober 2020 08:02 WIB

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sebelum sidang Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 14 tahun penjara kepada dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 24 Mei 2018. TEMPO/M Rosseno Aji

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali Anas Urbaningrum. Majelis hakim memotong hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini dari 14 tahun menjadi 8 tahun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Ubaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun,” kata juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro lewat keterangan tertulis, Rabu, 30 September 2020.

Selain hukuman badan, Majelis Hakim PK juga mewajibkan Anas membayar denda sebanyak Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis menjatuhkan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebanyak Rp 57,592 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman.

Berikut ini merupakan perjalanan kasus korupsi dari Anas Urbaningrum.

1. Berawal dari mantan Bendahara Demokrat M. Nazaruddin

Pada Juli 2011 mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menuduh Anas terlibat korupsi proyek Hambalang di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam pelarian di luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Nazar menyebut bahwa proyek Wisma Atlet Hambalang yang diklaim menelan biaya Rp 2,5 triliun itu sesungguhnya hanya Rp 191,67 miliar.

Hubungan antara Nazar dengan Anas terbangun saat berkongsi di Grup Permai, sebuah induk perusahaan dengan banyak anak usaha. Perusahaan-perusahaan kecil Grup Permai belakangan diketahui banyak menggiring proyek APBN sejak dibahas di DPR, termasuk Wisma Atlet di megaproyek Hambalang.

2. KPK Tetapkan Anas Tersangka

Advertising
Advertising

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Anas sebagai tersangka proyek Hambalang pada Februari 2013. Kala itu, lembaga antikorupsi ini menduga Anas menerima hadiah atau janji dari proyek senilai Rp 2,5 triliun itu.

Sebelumnya, beredar surat perintah penyidikan (sprindik) untuk tersangka Anas dalam kasus Hambalang ke media massa. Anas disebut menerima gratifikasi Toyota Harrier dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Anas sudah membantahnya. Kuasa hukum Anas, Firman Wijaya, mengakui keberadaan Harrier tersebut. Namun, menurut Firman, Anas mencicil mobil itu dari bekas Bendahara Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

<!--more-->

3. Pengadilan Tingkat Pertama Vonis Anas 8 Tahun

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan 3 bulan untuk Anas dalam kasus korupsi Hambalang, pada akhir Februari 2014. Hukuman ini lebih ringan tujuh tahun daripada tuntutan jaksa.

Anas juga diminta mengembalikan uang negara sebesar Rp 57,5 miliar dan US$ 5,7 juta. Jika ia tak mampu membayar kerugian tersebut sejak sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jaksa akan menyita harta bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Dalam putusannya, hakim meminta jaksa menyita tanah di Pondok Ali Ma'sum, Krapyak, Yogyakarta. Anggota majelis hakim Prim Haryadi mengatakan tanah seluas 7.870 meter persegi itu merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji dan tindak pidana pencucian uang tersebut.

Hakim menyatakan Anas terbukti menerima fee beberapa proyek yang bermitra dengan Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat serta bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Terdakwa mempunyai pengaruh yang besar dalam mengatur proyek-proyek pemerintah di DPR," kata hakim Sutio Jumagi Ahirno.

Selain itu, Anas, yang menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR, menerima aliran dana dari sejumlah mitra Komisi Olahraga. Anas, menurut hakim, antara lain telah menerima uang Rp 2,2 miliar dari PT Adhi Karya-perusahaan pemenang tender proyek Hambalang dan proyek Geothermal. Dia juga terbukti menerima uang dari Permai Group atau Grup Anugerah untuk persiapan kongres Partai Demokrat sebesar Rp 25,3 miliar dan US$ 36.070.

Menanggapi putusan hakim, Anas mengaku sedih dan kecewa. Menurut dia, fakta persidangan tak dipakai sebagai basis pengambilan putusan. Anas juga menilai tuntutan jaksa sebelumnya merupakan ekspresi dari kebencian dan kekerasan hukum. "Sejak awal saya tegaskan bahwa saya hanya ingin diadili, bukan dijaksai atau dihakimi," ucapnya.

4. Pengadilan Tinggi Kurangi Hukuman Anas

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman terpidana korupsi kasus Hambalang dan pencucian uang, Anas Urbaningrum, dari 8 tahun penjara menjadi 7 tujuh tahun.

Pengacara Anas, Carrel Tacualu, menjelaskan musyawarah hakim membuat masa hukuman kliennya dikorting setahun. "Itu berdasar musyawarah hakim Pengadilan Tinggi Jakarta pada 4 Februari 2015. Apa dasarnya? Itu musyawarah hakim," kata Carrel saat dihubungi Tempo, Jumat, 6 Februari 2015.

Anas dan keluarga, kata Carrel, menyambut gembira putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu. Kebahagiaan Anas bertambah karena majelis hakim yang dipimpin Syamsul Bahri Bapatua juga mengembalikan barang bukti milik terpidana Anas berupa sebidang tanah di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Padahal, dalam vonis Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, aset tanah itu disita negara lantaran diduga hasil dari korupsi.

Carrel menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta merupakan secercah harapan penegakan hukum bagi kliennya. Menurut dia, selama ini Komisi Pemberantasan Korupsi terlalu memaksakan kasus korupsi Anas. Carrel mengatakan hakim di Pengadilan Tipikor juga tak mampu berbuat banyak mengingat sorotan media yang tajam. "Selama ini KPK klaim tersangkanya pasti bersalah, hakim jadi terpengaruh," katanya.

<!--more-->

5. Hakim Agung Artidjo Perberat Hukuman Anas

Mahkamah Agung melipatgandakan hukuman bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan penjara.

Selain itu, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar. Jika tak dibayar dalam waktu sebulan, maka seluruh kekayaannya bakal dilelang. "Jika kekayaan yang dilelang belum cukup, ia terancam penjara selama 4 tahun," kata Hakim Agung Krisna Harahap melalui pesan elektronik, Senin, 8 Juni 2015.

Mahkamah juga mencabut hak politik Anas. Putusan ini diketuk Majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Krisna. "Terkait pencabutan hak politik, majelis kasasi menilai publik harus dilindungi dari kemungkinan sarah pilih seseorang yang nyata-nyatanya telah mengkhianati amanah yang pernah diberikan publik padanya," kata Krisna.

Majelis kasasi menolak keberatan Anas yang menyatakan pembuktian pencucian uang harus didahului pembuktian pidana asal alias 'predicate crime'. Menurut Krisna, Pasal 69 UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang mengatur pembuktian pencucian uang tak harus menunggu pembuktian 'predicate crime'.

6. Ajukan PK

Anas meminta divonis bebas lewat permohonan Peninjauan Kembali (PK). Menurut Anas ada bukti baru yang kuat dan kekhilafan hakim yang nyata untuk mengoreksi putusan terhadap dirinya.

"Pertama mengabulkan permohonan PK dari pemohon dalam hal ini kami, membatalkan putusan MA Nomor 1261.K/Pidsus/2015 tertanggal 8 Juni 2015 dan mengadili kembali kemudian membebaskan pemohon PK dari segala dakwaan jaksa penuntut umum," kata Anas saat membacakan kesimpulan pemohon PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Juli 2018.

Berita terkait

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

6 jam lalu

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

Berikut sederet mobil Harvey Moeis yang telah disita Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

9 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

10 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

11 jam lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

12 jam lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

13 jam lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

21 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

23 jam lalu

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

23 jam lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

23 jam lalu

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

"Ah biar sajalah. Kan Ketua PPATK sudah bilang, ada aturannya kan," kata Albertina Ho.

Baca Selengkapnya