Wakil Menteri LHK Tawarkan 3 Solusi Konflik Lahan di Kinipan
Reporter
Antara
Editor
Eko Ari Wibowo
Sabtu, 12 September 2020 15:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengunjungi Kabupaten Lamandau di Kalimantan Tengah bersama anggota DPR dan menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi konflik terkait lahan masyarakat adat di Kinipan.
Alue selaku perwakilan pemerintah menyarankan pihak yang berselisih di Desa Kinipan melihat situasi dan kondisi masyarakat Desa Kinipan dan mempelajari prosedur yang berlaku jika ingin menjadikan area hutan sebagai hutan adat.
"Kalau memang ada sebagian Desa Kinipan tidak mau menerima kebun plasma, dan di sana memang masih berupa hutan, dapat dijadikan sebagai hutan adat sebagai bagian dari HCV pada lokasi izin," katanya dalam keterangan pers kementerian, Sabtu 12 September 2020.
"Namun harus kita dengar juga masyarakat yang menginginkan kebun plasma dari PBS (perusahaan besar swasta) yang menerima izin," ia menambahkan.
Alue menjelaskan bahwa penetapan hutan adat membutuhkan proses legal formal, pengakuan hukum negara.
Apabila area hutan yang diperselisihkan merupakan bagian dari areal penggunaan lain (APL), maka diperlukan Surat Keputusan Bupati mengenai penetapan area tersebut sebagai hutan adat dan kalau area itu termasuk wilayah hutan negara, maka harus ada peraturan daerah mengenai hal itu.
Solusi lain yang bisa digunakan untuk mengatasi konflik di Kinipan, menurut Alue, adalah penggunaan skema hutan sosial.
"Lokasi Hutan Produksi dan Hutan Produksi Konversi yang ada di wilayah Desa Kinipan namun di luar konsesi memungkinkan untuk dijadikan Hutan Desa yang dikelola oleh masyarakat adat," katanya.
Dia mengemukakan bahwa konflik tersebut harus segera diatasi supaya tidak sampai berkepanjangan dan menimbulkan keresahan pada masyarakat maupun perusahaan.
"Sebetulnya konflik ini dapat diatasi jika kita serius, namun jika persoalan ini berkepanjangan, maka akan mengganggu semua pihak, masyarakat tidak nyaman, dan perusahaan terganggu," katanya.
Alue menjelaskan pula bahwa pemerintah sudah mengoreksi kebijakan-kebijakan kurang ideal yang berkaitan dengan konflik lahan antara warga dan perusahaan sebagaimana yang terjadi antara masyarakat adat Kinipan dan PT SML.
Pemerintah, ia menjelaskan, antara lain sudah memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat di dalam mengelola hutan melalui program perhutanan sosial serta memfasilitasi warga mengurus legalitas lahan lewat program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
Menurut Alue, TORA mencakup pemberian akses kepada masyarakat untuk mengelola 20 persen dari areal kawasan hutan yang diizinkan dikelola oleh perusahaan.
"Jadi 20 persen dari izin itu untuk plasma yang merupakan obyek TORA, itu adalah kewajiban bagi perusahaan," kata Alue, yang datang ke Lamandau bersama Wakil Komisi IV DPR Dedi Mulyadi serta anggota Komisi IV DPR Darori Wonodipuro dan Bambang Purwanto.
ANTARA