Ini Skandal Red Notice Djoko Tjandra yang Berujung 2 Jenderal Jadi Tersangka

Reporter

Tempo.co

Sabtu, 15 Agustus 2020 07:02 WIB

Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra yang ditangkap di Malaysia tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 30 Juli 2020. Bareskrim Polri menangkap terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra yang telah buron selama 11 tahun di Malaysia. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi menjadi tersangka pemberi suap kepada jenderal polisi. Suap diduga diberikan terkait penerbitan surat jalan dan penghapusan red notice untuk Djoko.

"Untuk pemberi ini kami menetapkan saudara JST dan kedua adalah saudara TS," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, di kantornya, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.

Argo mengatakan kepolisian menjerat kedua orang itu dengan Pasal 5 ayat 1 dan pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman terhadap pemberi maksimal 5 tahun penjara.

Sementara, sebagai tersangka penerima kepolisian menetapkan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Brigadir Jenderal atau Brigjen Prasetijo Utomo.

Keduanya ditengarai menerima hadiah atau janji terkait penghapusan red notice dan surat jalan untuk Djoko Tjandra. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.

Advertising
Advertising

Skandal soal red notice ini bermula ketika terpidana perkara hak tagih Bank Bali tersebut keluar-masuk Indonesia tanpa tercatat di perlintasan Imigrasi. Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI saling menyalahkan. Diduga ada peran Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol dalam pencabutan red notice.

<!--more-->

Penelusuran Tempo menemukan, Sekretariat NCB Interpol Divisi Hubungan Internasional Polri sebenarnya berkirim surat kepada Kejaksaan Agung pada pertengahan April lalu.

Dalam suratnya, NCB Interpol menanyakan apakah Kejaksaan masih perlu memasukkan Joko Tjandra ke daftar red notice atau permintaan kepada Interpol di dunia untuk menangkap atau menahan seorang pelaku tindakan kriminal.

Kejaksaan membalas surat itu pada 21 April lalu dan meminta agar Joko tetap dimasukkan ke daftar red notice. Namun, Sekretariat NCB Interpol menerangkan bahwa Joko Tjandra tak masuk lagi daftar itu ketika menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi pada 5 Mei. Alasannya, seperti yang disampaikan polisi saat bertemu dengan Mahfud, Kejaksaan tak mengajukan perpanjangan sejak 2014.

Atas dasar surat dari NCB Interpol itulah, menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Imigrasi menghapus nama Djoko dari daftar “orang terlarang” di perlintasan Imigrasi. “Berarti otomatis hilang di kami. Kami kan cuma penerima, kami supporting,” ujar Yasonna seperti dikutip dari Majalah Tempo, edisi 13-19 Juli 2020.

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memastikan Kejaksaan tidak pernah mencabut red notice Djoko. Sampai saat ini, ia masih menelusuri siapa yang mencabut red notice tersebut.

Burhanuddin memastikan tidak akan mengajukan permohonan pencabutan red notice ke Interpol melalui Polri sampai seorang buron ditangkap.

"Red notice itu kan tidak ada cabut mencabut, selamanya sampai ketangkap, tapi nyatanya begitulah," ujar Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Juli 2020.

Penghapusan red notice ini menyeret nama Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo. Selaku Sekretaris National Central Bureau Interpol Indonesia, Ia menyurati pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020 mengenai telah terhapusnya red notice Djoko Tjandra dari basis data Interpol.

Atas surat itu, Imigrasi kemudian menghapus nama Djoko dari sistem perlintasan. Hal ini diduga membuat Djoko bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.

Belakangan, Kepala Polri Jenderal Idham Azis mencopot Nugroho dari jabatannya. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte juga ikut dicopot karena dianggap tak mengawasi bawahannya.

Berita terkait

8 Sekolah Kedinasan 2024 yang Beri Lulusannya Uang Pensiun

1 hari lalu

8 Sekolah Kedinasan 2024 yang Beri Lulusannya Uang Pensiun

Berikut ini daftar sekolah kedinasan 2024 yang lulusannya bisa menjadi CPNS dan diberikan uang pensiun. Ada dari Kemenkeu hingga BMKG.

Baca Selengkapnya

Dua Produser Program Televisi Korea Selatan yang Dibintangi Hyoyeon SNSD dan Dita Karang Dideportasi Imigrasi Bali

5 hari lalu

Dua Produser Program Televisi Korea Selatan yang Dibintangi Hyoyeon SNSD dan Dita Karang Dideportasi Imigrasi Bali

Setelah diperiksa Imigrasi, 15 kru dan artis Korea Selatan, termasuk Hyoyeon SNSD dan Dita Karang sudah kembali ke Korsel pada Jumat lalu.

Baca Selengkapnya

Polri Ajukan Red Notice ke Interpol Terhadap Dua Tersangka Kasus Ferienjob

7 hari lalu

Polri Ajukan Red Notice ke Interpol Terhadap Dua Tersangka Kasus Ferienjob

Polri mengajukan red notice kepada Interpol terhadap dua tersangka kasus dugaan perdagangan orang bermodus magang mahasiswa di Jerman atau ferienjob.

Baca Selengkapnya

6 Cara Bayar Paspor di M-Paspor Lewat M-Banking, Cepat dan Mudah

11 hari lalu

6 Cara Bayar Paspor di M-Paspor Lewat M-Banking, Cepat dan Mudah

Pembayaran paspor kini bisa dilakukan secara online melalui m-Banking. Berikut cara pembayaran M-Paspor lewat m-Banking yang mudah.

Baca Selengkapnya

Mengenal Apa Itu Deportasi dan Tips Menghindarinya

14 hari lalu

Mengenal Apa Itu Deportasi dan Tips Menghindarinya

Apa itu deportasi? Deportasi merujuk pada tindakan paksa mengeluarkan WNA dari wilayah negara. Berikut penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

21 hari lalu

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

Dua pengacara Tim hukum Prabowo-Gibran, OC Kaligis dan Otto Hasibuan jadi pembela Sandra Dewi, istri Harvey Moeis dalam kasus korupsi tambang timah

Baca Selengkapnya

159 Ribu Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Idul Fitri 1445 H, Negara Hemat Rp 81,2 Miliar

23 hari lalu

159 Ribu Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Idul Fitri 1445 H, Negara Hemat Rp 81,2 Miliar

Pemerintah memberikan remisi Idul Fitri 1445 H untuk 159 ribu narapidana dan anak binaan. Negara hemat Rp 81,2 miliar.

Baca Selengkapnya

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

24 hari lalu

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

Yasonna Laoly mengatakan remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai penghargaan kepada napi yang berkelakuan baik.

Baca Selengkapnya

Permohonan Visa Ditolak, Periksa 6 Kesalahan Umum Ini

24 hari lalu

Permohonan Visa Ditolak, Periksa 6 Kesalahan Umum Ini

Kalau sedang merencanakan perjalanan ke luar negeri, memahami kesalahan umum tentang pengajuan visa dapat meningkatkan peluang visa disetujui

Baca Selengkapnya

Pembuatan E-Paspor Kini Bisa Dilakukan di Seluruh Kantor Imigrasi

26 hari lalu

Pembuatan E-Paspor Kini Bisa Dilakukan di Seluruh Kantor Imigrasi

Pembuatan e-paspor atau paspor elektronik kini bisa dilakukan di 126 kantor imigrasi. Simak kelebihan e-paspor dibanding paspor biasa.

Baca Selengkapnya