Kata KPK Soal Peraturan MA yang Bisa Bikin Koruptor Dipenjara Seumur Hidup

Senin, 3 Agustus 2020 08:28 WIB

Juru bicara KPK, Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2020. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik keputusan Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dalam aturan ini koruptor yang merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar bisa dipenjara seumur hidup.

"KPK tentu menyambut baik Perma dimaksud sekalipun tidak untuk semua pasal Tipikor seperti pasal suap menyuap, pemerasan, dan lain-lain, serta tindak pidana korupsi lainnya," kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, lewat pesan singkat, Senin, 3 Agustus 2020.

Ali berharap dengan adanya pedoman pemidanaan tersebut tidak akan terjadi lagi adanya disparitas perkara dalam putusan tindak pidana korupsi (tipikor). Adapun untuk menghindari disparitas tuntutan pidana, KPK sedang menyelesaikan penyusunan pedoman tuntutan untuk seluruh pasal-pasal tindak pidana korupsi.

"Baik pasal yang berhubungan dengan kerugian keuangan negara, penyuapan, dan tindak pidana korupsi lainnya," tuturnya.

Dalam Peraturan MA ini, hakim harus mempertimbangkan sejumlah hal, yaitu kategori kerugian keuangan negara, tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan. Lalu rentang penjatuhan pidana, keadaan yang memberatkan atau meringankan, penjatuhan pidana serta ketentuan lain yang berkaitan dengan penjatuhan pidana.

Berkaitan dengan kategori keuangan dalam mengadili perkara Pasal 2 UU Tipikor, terbagi menjadi empat. Keempatnya ialah paling berat lebih dari Rp 100 miliar, berat lebih dari Rp 25 miliar sampai Rp 100 miliar, sedang lebih dari Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar serta ringan Rp 200 juta sampai Rp 1miliar.

Sementara dalam mengadili Pasal 3 kategori kerugian keuangan negara terbagi menjadi lima. Yaitu paling berat lebih dari Rp 100 miliar, kategori berat yaitu Rp 25 miliar sampai Rp 100 miliar, sedang lebih dari Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar, ringan Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar serta paling ringan sampai Rp 200 juta.

Untuk kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan tinggi, penjatuhan pidana adalah 16-20 tahun atau hukuman seumur hidup dan denda Rp 800 juta-Rp 1 miliar. Apabila kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan sedang hukumannya adalah 13-16 tahun dan denda Rp 650-Rp 800 juta.

Selanjutnya kategori paling berat dengan kesalahan, dampak dan keuntungan ringan hukumannya adalah 10-13 tahun dan denda Rp 500-Rp 650 juta. Seterusnya hingga kategori paling ringan dengan kesalahan, dampak dan keuntungan ringan hukumannya adalah penjara 1-2 tahun dan denda Rp 50 juta-Rp 100 juta.

Peraturan itu ditetapkan dengan pertimbangan penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa. Ketua Mahkamah Agung meneken peraturan tersebut pada 8 Juli 2020 dan resmi diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Juli 2020.

Berita terkait

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

4 jam lalu

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

Berikut sederet mobil Harvey Moeis yang telah disita Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

8 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

9 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

9 jam lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

10 jam lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

12 jam lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

19 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

21 jam lalu

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

22 jam lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

22 jam lalu

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

"Ah biar sajalah. Kan Ketua PPATK sudah bilang, ada aturannya kan," kata Albertina Ho.

Baca Selengkapnya