ICW Anggap Perpres Baru Kartu Prakerja Langgengkan Penyimpangan
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Amirullah
Senin, 13 Juli 2020 12:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta Presiden Joko Widodo mencabut Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang pelaksanaan program Kartu Prakerja. ICW menilai, Perpres yang merevisi aturan sebelumnya itu hanya melanggengkan penyimpangan yang selama ini ada di program Kartu Prakerja.
“Kami meminta Presiden Joko Widodo mencabut Perpres dan menghentikan sementara pelaksanaan program kartu prakerja hingga ada hasil evaluasi menyeluruh yang disampaikan kepada masyarakat,” kata peneliti ICW, Wana Alamsyah, lewat keterangan tertulis, Senin, 13 Juli 2020.
Wana menuturkan terdapat empat permasalahan baru dalam aturan itu. Pertama, ICW menilai Jokowi bersikap sewenang-wenang dengan memberikan impunitas kepada Komite Cipta Kerja dan Manajemen Pelaksana melalui Pasal 31B Perpres 76/2020. Wana mengatakan ICW telah melaporkan dugaan maladministrasi ke Ombdusman mengenai permasalahan perjanjian kerja sama antara komite dengan platform digital yang dilakukan sebelum adanya aturan teknis, yaitu Peraturan Menteri Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020.
ICW menilai Jokowi juga menormalisasi praktik konflik kepentingan yang dilakukan oleh platform digital melalui Pasal 31 B ayat (1) dan Pasal 31B ayat (2) huruf c. Padahal, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menemukan 5 dari 8 platform digital memiliki konflik kepentingan karena sekaligus bertindak sebagai lembaga pelatihan. “Hal ini menandakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak mementingkan aspek integritas dalam pembuatan kebijakan,” kata dia.
Kedua, ICW menilai pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas mengenai program kartu prakerja. Sebelumnya, Kartu Prakerja merupakan strategi untuk meningkatkan sumber daya manusia, namun kini program itu justru menjadi bantuan sosial di masa pandemi Covid-19. ICW menduga adanya klausul kedaruratan itu hanya dalih agar pemilihan mitra dapat dilakukan tanpa tender.
Ketiga, ICW menganggap pemerintah mengenyampingkan mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagai instrumen untuk memilih delapan platform digital yang tercermin dari Pasal 31A Perpres. ICW menilai saat proses pemilihan delapan platform digital, nyatanya pemerintah abai untuk menggunakan prinsip pengadaan.
Terakhir, Wana menilai pemerintah terkesan lebih berpihak pada pengusaha ketimbang masyarakat. Melihat proporsi anggaran yang diberikan, kata dia, negara memberikan insentif sebrsar Rp 5,6 triliun kepada delapan platform digital. Sedangkan insentif yang diterima oleh individu tanpa biaya bantuan pelatihan hanya Rp 2,55 juta.
“Keberpihakan Presiden Joko Widodo dapat terlihat dari skema program yang menitikberatkan pada aspek jual beli pelatihan daring yang sebenarnya dapat diakses secara gratis oleh masyarakat,” kata dia.