Buron Selama 17 Tahun, Ini 5 Fakta Kasus Maria Pauline Lumowa

Jumat, 10 Juli 2020 06:15 WIB

Maria Pauline Lumowa, saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Istimewa

TEMPO.CO, Jakarta - Nasib pelarian Maria Pauline Lumowa—atau karib disapa Maria Luomwa—berhenti di Serbia. Tersangka pembobolan Bank BNI itu dibekuk setelah 17 tahun menjadi buron atas perkara skandal Letter of Credit (L/C) fiktif yang membuat perseroan pelat merah ini tekor Rp 1,7 triliun.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan penangkapan Maria dilakukan menggunakan cara ekstradisi. “Pemerintah Serbia committed. Saya bertemu dengan Menteri Kehakiman, Perdana Menteri, dan puncaknya pertemuan dengan Presiden Serbia,” kata Yasonna saat menjelaskan proses penangkapan Maria, Kamis, 9 Juli 2020.

Majalah Tempo edisi 8 Desember 2003 menulis, Maria yang berkewarganegaraan Belanda ini lincah menggangsir bank. Dia yang disebut-sebut sebagai pelaku utama malah acap mengaku tak berdosa. Dihimpun dari arsip lawas, berikut ini sejumlah fakta kasus yang menjerat Maria.

1. Kabur ke Singapura
Kasus Maria terjadi pada 2002-2003. Saat itu BNI memberikan kredit senilai Rp 1,7 triliun kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Maria diduga beraksi tak sendiri karena BNI menyetujui pencairan kredit tersebut. Maria menerima sejumlah 41 slip Letter of Credit melalui anak-anak perusahaannya. BNI kemudian mengetahui ada sesuatu yang bermasalah pada Juni 2003. Perusahaan pelat merah itu menemukan PT Gramarindo Group tidak pernah melakukan aksi korporasi dari kredit yang diberikan.

Maria yang disinyalir menggangsir bank pemerintah dan melakukan kejahatan penggelapan pajak pun menyembunyikan diri. Pada 2003, ia kabur ke Singapura sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Dia kemudian tinggal di Belanda.

Advertising
Advertising

2. Upaya menyetip dosa
Dalam wawancara bersama wartawan Lativi kala itu di Singapura, Maria mengakui bahwa dirinya dituduh dalang. Dia juga menyatakan kasus ini bukan kriminalitas, tapi sekadar kredit macet. Malah ia saat itu menyebut telah menyiapkan duit untuk membayarnya.

Kepada Tempo beberapa waktu kemudian, ia menyatakan kondisi ini telah diatur BNI. “Saya tahu transaksi ini tidak beres. Tapi saya diyakinkan oleh Pak Edy (Manajer Nasabah Internasional di BNI Cabang Kebayoran Baru waktu itu) bahwa L/C ini hanya semacam bridging (talangan) untuk menutup L/C yang macet dari John Hamenda dan Rudy Sutopo (eks pemilik Grup Petindo dan mantan pemegang saham PT Mahesa Karya Muda Mandiri),” katanya.

3. Dibekuk di Serbia dan ekstradisi cara senyap
Pelarian Maria berakhir di Serbia. Ia ditangkap sejak Juli 2019. Yasona menceritakan proses pemboyongan Maria secara senyap ke Tanah Air. Dia mengaku melaporkan rencana ekstradisi Maria kepada sejumlah menteri, namun meminta mereka merahasiakan. Yasonna mengklaim pemerintah melakukan diplomasi tingkat tinggi untuk membawa pulang Maria. Salah satunya karena belum adanya ikatan perjanjian ekstradisi kedua negara.

4. Sempat ada ‘gangguan’ pemulangan Maria
Yasonna mengatakan pemulangan Maria Lumowa sempat mendapat gangguan. Ia menyebut ada upaya hukum dari Maria untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi. Pihak tertentu, kata dia, mencoba melakukan upaya suap.

Selain itu, kata Yasonna, ada pula upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud. Namun, menurut Yasona, Pemerintah Serbia berkomitmen untuk tetap melakukan ekstradisi Maria Lumowa dan menjaga hubungan baik dengan Indonesia.

5. Kedekatan Indonesia-Serbia dalam perkara Maria
Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan upaya pemulangan Maria ke Indonesia tercapai berkat adanya komunikasi yang intensif antara Polri, Kemenkumham, dan Kemenlu dengan otoritas negara Serbia berkaitan dengan keberadaan tersangka. Ia bersyukur bahwa upaya mengirimkan red notice selama beberapa tahun terakhir akhirnya membuahkan hasil.

"Secara historikal negara Serbia ini tidak lupa dengan Indonesia. Jadi dengan adanya permintaan red notice terkait keberadaan tersangka ini, Serbia membantu menyerahkan ke Indonesia," tuturnya.

Menurut Argo, Pemerintah Serbia bersedia bekerja sama dengan baik karena memiliki kedekatan historis sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. "Historikal sejak zaman Soekarno adanya komunikasi antara Serbia dengan Indonesia sebelum negara ini (Serbia) mengalami perpecahan," ujarnya.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO | ANTARA

Berita terkait

159 Ribu Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Idul Fitri 1445 H, Negara Hemat Rp 81,2 Miliar

22 hari lalu

159 Ribu Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Idul Fitri 1445 H, Negara Hemat Rp 81,2 Miliar

Pemerintah memberikan remisi Idul Fitri 1445 H untuk 159 ribu narapidana dan anak binaan. Negara hemat Rp 81,2 miliar.

Baca Selengkapnya

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

23 hari lalu

159.557 Narapidana Dapat Remisi Khusus Idulfitri 1445 H, Negara Disebut Menghemat Uang Makan Rp 81,2 Miliar

Yasonna Laoly mengatakan remisi dan PMP merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai penghargaan kepada napi yang berkelakuan baik.

Baca Selengkapnya

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

27 hari lalu

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly melantik 18 pejabat hasil perombakan di Kemenkumham hari ini

Baca Selengkapnya

Polisi Ungkap Sedikitnya 3 Kasus TPPO Sebulan Terakhir, Salah Satunya Ferienjob

38 hari lalu

Polisi Ungkap Sedikitnya 3 Kasus TPPO Sebulan Terakhir, Salah Satunya Ferienjob

Kasus TPPO berkedok program magang mahasiswa di Jerman atau ferienjob diduga melibatkan kampus.

Baca Selengkapnya

Kasus TPPO ke Serbia, Pelaku Minta Korban Beralasan Holiday di Pemeriksaan Imigrasi

39 hari lalu

Kasus TPPO ke Serbia, Pelaku Minta Korban Beralasan Holiday di Pemeriksaan Imigrasi

Polresta Bandara Soekarno-Hatta menangkap tiga tersangka kasus pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia atau TPPO dengan tujuan Serbia.

Baca Selengkapnya

Polresta Bandara Soekarno-Hatta Ungkap Kasus TPPO ke Serbia, Tangkap 3 Tersangka

39 hari lalu

Polresta Bandara Soekarno-Hatta Ungkap Kasus TPPO ke Serbia, Tangkap 3 Tersangka

Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkap kasus pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia non-prosedural atau TPPO dengan tujuan negara Serbia.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta 9 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang ke Serbia, Hendak Diajak Wisata ke Malaysia dan Turki

39 hari lalu

Fakta-fakta 9 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang ke Serbia, Hendak Diajak Wisata ke Malaysia dan Turki

Polres Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan upaya perdagangan orang, 9 WNI yang hendak dipekerjakan ke Serbia. Simak sederet fakta atas kasus TPPO itu

Baca Selengkapnya

Polres Bandara Soekarno-Hatta Tangkap Sindikat Perdagangan Orang yang Akan Berangkatkan 9 WNI ke Serbia

39 hari lalu

Polres Bandara Soekarno-Hatta Tangkap Sindikat Perdagangan Orang yang Akan Berangkatkan 9 WNI ke Serbia

Sindikat perdagangan orang itu hendak memberangkatkan 9 WNI untuk dipekerjakan di Serbia. Mereka berangkat melalui Malaysia.

Baca Selengkapnya

Raih 147 Ribu Suara, Meutya Hafid Bakal Melenggang Kembali ke Senayan

56 hari lalu

Raih 147 Ribu Suara, Meutya Hafid Bakal Melenggang Kembali ke Senayan

Meutya Hafid merupakan satu-satunya perempuan yang terpilih di Dapil Sumatera Utara I.

Baca Selengkapnya

Jokowi Perintahkan Menteri Yasonna Laoly Bikin Kajian Status Kewarganegaraan Diaspora

56 hari lalu

Jokowi Perintahkan Menteri Yasonna Laoly Bikin Kajian Status Kewarganegaraan Diaspora

Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membuat kajian mengenai status kewarganegaraan.

Baca Selengkapnya