Polemik Kedatangan 156 TKA Cina, Ini Kata Ketua DPRD Sultra
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 24 Juni 2020 01:01 WIB
TEMPO.CO, Kendari -Setelah menuai polemik di kalangan warga, sebanyak 156 orang WNA (Warga Negara Asing) gelombang pertama dari 500 TKA Cina tiba di Bandara Haluoleo, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa malam, 23 Juni 2020.
156 WNA ini merupakan TKA Cina yang akan bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Stell (OSS) yang berada di Morosi Kabupaten Konawe.
Jaraknya cukup dekat dari Kota Kendari ibu kota Provinsi Sultra, hanya sekitar 35 kilometer saja.
Kedatangan 156 TKA ini merupakan gelombang pertama dari 500 TKA Cina yang akan berkerja di dua perusahaan pemurnian nickel yang menananamkan investasinya di Sultra sejak 2014 lalu. Konon ratusan pekerja asing ini merupakan pekerja ahli yang akan menyelesaikan pembangunan 33 tungku smelter di Morosi.
Ketua DPRD Sultra Abdur Rahman Saleh mengatakan Pemprov Sultra mendukung masuknya investasi di Bumi Anoa. Namun katanya sejak awal beroperasi pada 2014 lalu sampai saat ini, VDNI terus berpolemik, salah satu yang teranyar adalah persoalan pekerjanya yang didatangkan dari Cina.
Menurut pria yang karib disapa dengan akronim ARS ini berdasarkan laporan dan temuan DPRD banyak ketidak sesuain data dan fakta salah satunya didapati pekerja tambang asal Cina ini sebelumnya menggunakan visa kunjungan.
“Kita kecolongan, pada Maret lalu, 49 TKA yang datang temuanya mereka menggunakan visa kunjungan. Nanti tiba mereka menggunakan visa 312 alias visa kerja tapi ada laporan dari pekerja lokal di sana kalau ternyata dari 49 TKA itu banyak helper sama statusnya dengan pekerja lokal,” terang ARS yang ditemui di Bandara Haluoleo saat menunggu kedatangan TKA untuk menyidak dokumen ketenagakerjaan pekerja asal Cina ini.
Lebih jauh politisi PAN ini menjelaskan pemerintah Sultra meminta perusahaan menaati mekanisme dan prosedur mempekerjakan pekerja asing. Meraka hadir tidak lagi menggunakan visa kunjungan tetapi menggunakan visa kerja dan memang memiliki keahlian.
Sebabnya kalau itu tidak dilakukan, negara dan daerah mengalami kerugian yang sangat besar. Dalam aturanya perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing wajib membayar kompensasi 100 dollar per pekerja per bulan.
“Nah coba jika dihitung gajinya 1500 sampai 2500 dollar dan harus dipotong 20 persen pendapatanya maka ada 9 juta yang hilang dikali 1000 orang menggunakan visa kunjungan berarti kita kehilangan Rp 9 miliar perbulan nah kalau 10 bulan berarti Rp 90 miliar yang hilang, yang kita ingin asas keadilan berlaku,” urai Rahman.
Dilai sisi jelas Rahman pelanggaran atas tidak patuhnya prosedural dokumen ketenagakerjaan akan berdampak pidana 5 tahun plpenjara dan denda sampai 500 juta rupiah. Menurut Rahman dengan sekelumit persoalan tenaga kerja asing ini pihaknya akan membentuk tim evaluasi untuk terkait tenaga kerja asing ini.
Pantauan Tempo, 156 TKA ini tiba sekitar pukul 20.30 Wita di Bandara Haluoleo. Mereka terbang dari Ghuanzhou melalui Malaysia, lalu transit ke Manado dan berlanjut ke Bandara Haluoleo. Setibanya mereka langsung menuju lokasi pertambangan VDNI dan OSS di Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe dengan pengawalan super ketat dari personil TNI dan polisi.
Kepala Bandara Haluoleo Syafruddin kepada Tempo mengatakan 156 TKA Cina ini tiba menggunakan maskapai carteran Lion Air dari Bandara Sam Ratulangi.
Syafruddin mengatakan tak ada protokol khusus bagi pekerja asing ini. Status mereka adalah penumpang domestik.
“Tiba langsung pemeriksaan ada petugas KKP memeriksa dokumen kesehatan setelah itu diperiksa biasa rapid test dan deteksi suhu tubuh,” Syafruddin menjelaskan.
Sementara itu penolakan terhadap masuknya pekerja asal China ke Sultra terjadi sejak Senin pagi, pantauan Tempo ratusan mahasiswa berdemonstrasi di sejumlah titik. bermula di kantor Imigrasi Kendari dan di pintu gerbang Bandara Haluoleo. Massa sempat meringsek untuk masuk ke area bandara namun personil polisi yang berjaga menghalangi massa.
Dalam aksi demonstrasi massa mengutuk kebijakan Gubernur Sultra Ali Mazi yang mereka nilai tidak berpihak pada masyarakat terutama pada pekerja lokal. Di lain pihak juga kekhawatiran terhadap virus corona yang masih mewabah saat ini.
Sampai Selasa, 23 Juni 2020 tengah malam ini massa masih bertahan di depan gerbang Bandara Haluoleo menolak kedatangan TKA Cina.
Bentrok antara massa dan polisi tak terelakan. Polisi memukul mundur massa menggunakan tembakan gas air mata.
Sebelumnya memang diketahui awalnya Pemerintah Provinsi Sultra dengan tegas menolak kedatangan ratusan pekerja asing asal negeri Tirai Bambu ini. Sejumlah alasan disampaikan perihal penolakan itu antara lain tidak sesuai dengan suasana kebatinan masyarakat Sultra yang tengah menghadapi pandemi.
Selain itu persoalan ketimpangan perlakuan antara pekerja lokal dengan para TKA Cina ini.
Untuk diketahui VDNI merupakan salah satu perusahaan pemurnian nikel di Indonesia. Pada 25 Februari 2019 Airlangga Hartarto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian meresmikan pabrik pemurnian nikel ini.
ROSNIAWANTY FIKRI