Personel TNI memberikan imbauan kepada pengunjung untuk tetap menjaga jarak di AEON Mall, Tangerang, Banten, Jumat 29 Mei 2020. Sejumlah aturan protokol kesehatan penyebaran COVID-19 diterapkan di pusat perbelanjaan tersebut seiring memasuki era normal baru di tengah pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan new normal atau normal baru bergantung pada kondisi epidemiologi daerah masing-masing.
"Kita tidak menganggap kenormalan baru itu ibarat bendera start untuk sebuah lomba lari, semua langsung bergerak bersama-sama. Tidak. Sangat tergantung kepada kondisi epidemiologis masing-masing daerah dan menjadi keputusan kepala daerahnya," kata Yurianto dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Ahad, 31 Mei 2020.
Yurianto menegaskan kenormalan baru tidak akan secara langsung diberlakukan pada semua aspek dan bidang tanpa adanya sosialisasi, edukasi, dan simulasi penerapan.
Penerapan normal baru akan diputuskan oleh pemerintah daerah setelah mendapatkan laporan kajian beberapa indikator seperti laporan epidemiologi.
Dalam kriteria epidemiologi perlu dipastikan daerah tersebut sudah berhasil menurunkan jumlah kasus selama dua pekan berturut-turut sejak puncak terakhir dengan besaran lebih dari 50 persen.
Jika kasus positif masih ada, maka harus dilihat paling tidak penambahan kasus positif rata-rata harus menurun 50 persen dari kasus yang diperiksa. Selain itu harus terjadi penurunan jumlah kematian.
Yurianto juga menegaskan akan dilihat kasus positif yang dirawat dalam dua pekan terakhir dan sistem pengawasan kesehatan yang diberlakukan.
Pertimbangan-pertimbangan itu akan disampaikan kepada bupati atau wali kota untuk menjadi dasar pembicaraan dengan jajaran pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan pihak terkait apakah akan mengaplikasikan normal baru.
Jika memutuskan untuk diberlakukan, maka pemda harus memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan memastikan mereka memahami betul protokol kesehatan yang wajib dijalankan selama kenormalan baru.
Ketika ada pemahaman maka perlu dilakukan simulasi di masyarakat untuk memastikan pelaksanaannya berjalan dengan baik.
"Oleh karena itu bukan sesuatu yang mudah, yang kemudian secara sepihak dinyatakan bahwa kenormalan baru dilakukan. Tentunya harus melalui sosialisasi, edukasi dan simulasi," kata Yurianto.