Seorang anggota TNI menghentikan pengendara mobil yang tidak mengenakan masker jelang pemberlakuan new normal di pos penguatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di pasar Sentral Kota Gorontalo, Gorontalo, Rabu, 27 Mei 2020. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta Pemerintah Pusat mengkaji lima hal ini sebelum menetapkan new normal.
"Pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuankenormalan baru dan penjelasan yang objektif dan transparan," kata Haedar dalam siaran pers, Kamis, 28 Mei 2020.
Kelima hal itu adalah pertama dasar kebijakan 'new normal' dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini. Kedua, maksud dan tujuankenormalan baru, ketiga konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik.
Keempat, jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukannew normal. Terakhir, persiapan-persiapan yang saksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19.
Kesimpangsiuran mengenai penafsiran new normal ini dipandang menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan, kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan.
Muhammadiyah melihat sementara itu laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justru mulai mewacanakan new normal.