Kiara Sesalkan Masih Ada Perbudakan ABK Indonesia di Kapal Cina
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Syailendra Persada
Rabu, 6 Mei 2020 20:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, menyayangkan masih adanya perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal Cina.
Susan mengatakan hal ini masih terjadi akibat belum adanya regulasi yang melindungi para ABK dalam bekerja.
"Negara harusnya menyiapkan instrumen hukum yang jelas terkait pekerja perikanan. Baik yang bekerja di kapal domestik maupun asing," kata Susan saat dihubungi Tempo, Rabu, 6 Mei 2020.
Susan mengatakan sebenarnya Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki sertifikasi HAM, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan. Namun, Kiara melihat dalam penegakan hukumnya, aturan ini masih sangat lemah.
Hal itu juga menjadi masalah karena meski telah diatur KKP, yang mengurus buruh secara langsung adalah Kementerian Tenaga Kerja. Hal ini diperparah dengan status Indonesia Indonesia yang belum meratifikasi konvensi ILO 188 tentang pekerja perikanan.
"Artinya, ada gap koordinasi lintas kementerian. Mulai dr KKP, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perhubungan, dan badan yang melindungi TKI," kata Susan.
Susan menilai perlu ada peta biru yang dibangun untuk mendudukkan bersama semua aktor itu. Bila tidak, ia ragu masalah perbudakan terhadap ABK Indonesia akan dapat selesai.
Sebelumnya, dilaporkan dari media asal Korea Selatan, MBC, bahwa terjadi perbudakan terhadap ABK Indonesia di kapal Cina. Laporan itu menyebutkan para ABK hanya diberi minum air laut dan dapat bekerja hingga 30 jam secara non stop. Bahkan dilaporkan pula 3 jasad ABK Indonesia yang tewas diduga karena kelelahan, dibuang ke laut lepas.