Bupati Kabupatem Muara Enim, Ahmad Yani, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring OTT KPK, di gedung KPK Jakarta, Selasa malam, 3 September 2019. Bupati Muara Enim ditangkap diguga terkait transaksi suap proyek dinas pekerjaan umum setempat. Pihak KPK menduga ada transaksi antara pejabat pemkab dan pihak swasta terkait proyek pembangunan di Muara Enim. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani meminta dibebaskan dari tuntutan suap 16 paket proyek jalan di kabupaten yang ada di Sumatera Selatan itu.
Ia mengatakan tidak pernah menerima komitmen fee seperti yang tercantum dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya tidak pernah menyuruh Elfin meminta sejumlah fee atau sejumlah uang tersebut dan saya tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan," kata Ahmad Yani saat pembacaan pledoi atau nota pembelaan dalam persidangan telekonferensi di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa, 28 April 2020.
Ia bersikukuh tidak mengetahui adanya 16 paket proyek yang diatur terdakwa Elfin sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim. Seluruh tender proyek ini dimenangkan oleh terpidana Robi selaku kontraktor
Ia juga menolak keterangan terdakwa Elfin yang menyebut telah memerintahkan untuk memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri selaku Kepala Kepolisian Daerah Sumater Selatan.
Selain komitmen fee proyek, Ahmad Yani menegaskan tidak pernah menerima mobil merek Lexus dan Tata serta sebidang tanah dari terpidana Robi. Ia menyebut hanya meminjam kedua mobil tersebut.
Sehingga Ahamd Yani meminta dibebaskan karena merasa telah menjadi tumbal terdakwa Elfin MZ Muchtar dan terdakwa Robi Okta Pahlevi.
"Saya memohon kepada majelis hakim, mohon agar saya dipertimbangkan untuk dibebaskan, saya menyesal terlibat dalam perkara ini karena saya hanya jadi target terdakwa Robi dan Elfin," ungkap Ahmad Yani.
Pengacara terdakwa Ahamd Yani, Maqdir Ismail, menegaskan bahwa kliennya tidak terbukti menerima sejumlah uang yang didakwa JPU KPK.
"Menurut kami klien kami (Ahmad Yani) menjadi target konspirasi Elfin dan Robi, bahwa kami juga melihat tuntutan JPU keliru dan tidak berdasarkan hukum sebagaimana fakta-fakta persidangan," ujar Maqdir.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Ahmad Yani tujuh tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 3,1 miliar dalam perkara suap 16 paket proyek jalan senilai Rp 130 miliar pada 2019. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 3,1 miliar yang sudah digunakannya.