Staf Khusus Milenial Jokowi Sempat Jadi Gunjingan di Istana
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Endri Kurniawati
Minggu, 26 April 2020 13:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja staf khusus milenial Presiden Joko Widodo yang bergaji Rp 51 juta per bulan, dipertanyakan. Majalah Tempo menulis, sejumlah pejabat di lingkungan Istana menuturkan, rekrutmen tujuh orang berusia di bawah 40 tahun ini sejak awal memang menjadi bahan pergunjingan. Sebab, anak-anak muda itu kerap tak tahu mesti mengerjakan apa di Istana. Kantor mereka pun berbeda dengan staf khusus lain.
Tak ada kejelasan tentang kriteria dan mekanisme pengangkatan para anggota staf khusus milineal ini. Tiga pejabat dan mantan petinggi di Istana yang mengetahui penunjukan staf khusus milenial bercerita, usul merekrut anak-anak muda itu dibicarakan antara Presiden Jokowi dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dibantu Ari Dwipayana, yang juga menjadi koordinator staf khusus. Sumber yang sama mengatakan tujuh anak muda itu diangkat sebagai bagian dari citra politik Istana.
Ari Dwipayana membantah tudingan bahwa staf khusus milenial tak memiliki acuan kerja jelas. Mereka, kata Ari, masuk gugus tugas muda yang bertugas memberikan gagasan kreatif dan inovatif. la mencontohkan, Ayu Kartika Dewi berfokus mengembangkan budaya toleransi dan sikap kritis anak muda, Angkie Yudistia membangun jembatan antara Istana dan kelompok disabilitas, sedangkan Billy Mambrasar meningkatkan talenta anak muda Papua.
“Mereka juga kerap berdiskusi dengan banyak akademikus serta praktisi nasional dan asing," ujar Ari seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 27 April-3 Mei 2020.
Ari mengatakan, sejak personel muda hadir di Istana, koordinasi terus berjalan, antara lain melalui grup WhatsApp. Menurut Ari, staf khusus milenial juga memiliki akses langsung ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk mendapatkan informasi ataupun berkonsultasi tentang kebijakan pemerintah.
Presiden menunjuk tujuh anggota staf khusus milenial pada 21 November 2019. Mereka adalah Andi Taufan Garuda Putra (32 tahun) selaku CEO Amartha MicroFintech; Putri Indahsari Tanjung (23 tahun) selaku CEO Creativepreneur dan Chief Bussiness Officer Kreafi; Adamas Belva Syah Devara (29 tahun), CEO Ruangguru.
Selanjutnya Ayu Kartika Dewi (36 tahun) merupakan pendiri dan mentor lembaga Sabang Merauke; Gracia Billy Mambrasar (31 tahun) selaku CEO Kitong Bisa; Angkie Yudistia (32 tahun) pendiri Thisable Enterprise; dan Aminuddin Maruf (33 tahun) mantan santri yang pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016.
Belakangan, Andi Taufan dan Adamas Belva mengundurkan diri dari jabatannya setelah didera dugaan konflik kepentingan dengan perusahaan mereka. Meski membantah, mereka tetap mundur.
Pengamat komunikasi politik, Ari Junaedi menilai seharusnya staf khusus milenial dibubarkan saja. Sebab, ia menilai peran para staf khusus milenial ini tak terlalu dirasakan oleh publik.
Staf khusus milenial justru kerap memunculkan polemik dan malah menjadi beban Presiden Jokowi. "Demi menjaga marwah istana dan public distrust, sebaiknya seluruh staf khusus milenial mengundurkan diri saja atau Presiden Jokowi membubarkan saja staf khusus milenial yang 'odong-odong' ini,” ujar Ari saat dihubungi Tempo pada Rabu, 22 April 2020.
DEWI NURITA | MAJALAH TEMPO