Mengenang Arief Budiman, Simpul Demonstran Angkatan 66

Jumat, 24 April 2020 08:53 WIB

Arief Budiman, kakak Soe Hok Gie. Facebook

Jakarta – Jika ada hal yang paling ditakuti Arief Budiman, itu adalah roh halus dan tempat angker. Aktivis angkatan 66 ini lebih berani menentang kediktaktoran pemerintahan Orde Baru ketimbang harus berjalan lewat kuburan sendirian. "Dia itu tidak takut menghadapi siapapun, termasuk para jenderal di masa Orde Baru. Tapi kalau malam-malam lewat dekat kuburan, dia minta diantar," kata sosiolog Ariel Heryanto sambil tertawa.

Meski kadang berbeda dalam sejumlah hal, Ariel mengenang Arief sebagai mentor dan sahabat yang baik. Keduanya berkawan dekat selama menjadi pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga sejak 1980. Tak hanya sebagai kawan, Ariel juga menilai Arief adalah seorang aktivis dan intelektual publik yang sangat ramah dan rendah hati. "2018 saya menengoknya di rumah dia di Salatiga. Dia sempat menggoda saya dengan canda, walaupun kesulitan untuk berbicara," ujarnya.

Ariel tak menyangka itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Arief. Di pertemuan itu, menurut Ariel, kesehatan Arief terlihat sudah sangat lemah. Selama lebih dari 10 tahun Arief mengidap sindrom parkinson. Simpul demonstran di era Orde Baru itu mengembuskan nafas terakhir di usianya yang ke-79 di Rumah Sakit Ken Saras, Salatiga, Jawa Tengah, pada 23 April 2020. Arief meninggalkan seorang istri, dua anak, dan empat cucunya.

Advertising
Advertising

Lahir pada 3 Januari 1941 dengan nama Soe Hok Djin, Arief mengawali karirnya sebagai aktivis dengan berkecimpung di dunia pers. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini pernah menjadi redaktur majalah Horison, anggota Badan Sensor Film, dan anggota Dewan Kesenian Jakarta pada waktu yang bersamaan. Ia mencetuskan gerakan Golongan Putih untuk melawan pemilihan umum di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang sarat korupsi. Ia juga pernah ditahan karena terlibat dalam demonstrasi menentang pendirian Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 lantas menjadi pengangguran.

Setelah kehilangan semua pekerjaannya, Arief meneruskan kuliahnya di Paris pada 1972 dan meraih gelar Ph.D dalam bidang sosiologi dari Universitas Harvard pada 1980. Kembali dari Harvard, ia menjadi pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana. Namun, pada 1994, ia dipecat karena memprotes pemilihan rektor yang dianggap tak adil. Ia pun hengkang ke Australia dan menerima tawaran mengajar di Universitas Melbourne.

Terlalu banyak hal yang berkesan dari sosok Arief bagi Ariel. Tak hanya kepada sahabat dekatnya, kesan baik Arief juga melekat di benak murid-muridnya. Yosep Stanley Adi Prasetyo, salah satu murid Arief di Universitas Kristen Satya Wacana, merasa sangat kehilangan atas kepergian kakak aktivis Soe Hok Gie itu. Baginya, Arief bukan sekadar guru, melainkan juga seorang aktivis, pemikir, penulis, dan sahabat yang baik. Sepanjang hidupnya, Stanley mengenal Arief sebagai orang yang tak hanya pintar berteori, tapi juga mempraktikkan betul konsistensi kata-kata yang diucapkan. “Arief adalah sosok pemikir besar,” ujar mantan Ketua Dewan Pers itu.

Stanley juga mengenal Arief sebagai sosok yang humanis. Ia tak hanya berkawan baik dengan para aktivis yang memiliki satu pemikiran, Arief juga berkawan dengan bekas musuh-musuhnya. Ia menentang keberadaan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang pendiriannya diinisiasi tokoh Partai Komunis Indonesia D.N Aidit. Tapi ia juga membantu Pramoedya Ananta Toer, aktivis Lekra, menerbitkan tulisan-tulisannya setelah keluar dari tahanan Pulau Buru. Pemikiran-pemikiran Arief banyak tertuang dalam artikel di media cetak. Ia menggagas ide tentang sastra kontekstual dan meneliti tentang transmigrasi di Indonesia.

Di mata peneliti Human Right Watch Andreas Harsono, Arief adalah seorang dosen yang berhasil menyulap mata kuliah yang kaku menjadi luar biasa menarik. Arief Budiman, kata dia, mengajarkan tentang kemiskinan struktural hingga diskriminasi perempuan dalam mata kuliah ilmu sosial dasar. Pemikiran-pemikiran yang ditulisnya mampu menggerakkan mahasiswa untuk turun ke jalan memprotes pemilihan rektor pada 1994. “Dia bukan tipe yang demo di tengah mahasiswa. Tapi dia menulis. Dari 8.000 mahasiswa, ada 5.000 yang demo karena itu,” kata Andreas.

Berita terkait

Deretan Pemikiran Soe Hok Gie Ikon Idealisme Aktivis Mahasiswa

17 Desember 2023

Deretan Pemikiran Soe Hok Gie Ikon Idealisme Aktivis Mahasiswa

Soe Hok Gie merupakan sosok aktivis mahasiswa yang pemikirannya membuat dirinya sebagai sosok sentral penggulingan rezim orde lama Sukarno.

Baca Selengkapnya

Prosesi Pemakaman Soe Hok Gie, dari Gunung Semeru Bersemayam di Museum Taman Prasasti

17 Desember 2023

Prosesi Pemakaman Soe Hok Gie, dari Gunung Semeru Bersemayam di Museum Taman Prasasti

Soe Hok Gie menjadi ikon idealisme aktivis mahasiswa meninggal pada 16 Desember 1969 akibat menghirup gas beracun di Gunung Semeru.

Baca Selengkapnya

Soe Hok Gie Ikon Idealisme Aktivis Mahasiswa Meninggal di Gunung Semeru 54 Tahun Lalu

17 Desember 2023

Soe Hok Gie Ikon Idealisme Aktivis Mahasiswa Meninggal di Gunung Semeru 54 Tahun Lalu

Soe Hok Gie, sosok yang menjadi ikon idealisme aktivis mahasiswa menjadi salah satu tokoh pada orde lama dan orde baru.

Baca Selengkapnya

5 Buku Terlarang yang Pernah Dirazia di Indonesia

6 November 2023

5 Buku Terlarang yang Pernah Dirazia di Indonesia

Karena berbagai alasan, ratusan buku pernah dirazia di Indonesia. Inilah sebagian buku terlarang itu.

Baca Selengkapnya

Relawan KOPI Bedah Buku tentang Pengalaman Hidup Prabowo, Gibran yang Rencananya Berikan Sambutan Batal Hadir

20 Oktober 2023

Relawan KOPI Bedah Buku tentang Pengalaman Hidup Prabowo, Gibran yang Rencananya Berikan Sambutan Batal Hadir

Acara itu sedianya dihadiri Wali Kota Solo Gibran untuk membuka acara, namun tidak hadir. Gibran dikabarkan ke Jakarta jadi cawapres Prabowo.

Baca Selengkapnya

Hari-hari Terakhir Soe Hok Gie di Puncak Gunung Semeru, Tak Sempat Rayakan Ulang Tahun ke -27

16 Desember 2022

Hari-hari Terakhir Soe Hok Gie di Puncak Gunung Semeru, Tak Sempat Rayakan Ulang Tahun ke -27

Pada 16 Desember 1969, aktivis Indonesia Soe Hok Gie meninggal saat mendaki Gunung Semeru. Tepat sehari sebelum ia rayakan hari jadinya ke-27.

Baca Selengkapnya

Eks Anggota KPU Viryan Aziz Meninggal Karena Stroke

21 Mei 2022

Eks Anggota KPU Viryan Aziz Meninggal Karena Stroke

Anggota KPU Periode 2017-2022 Viryan Aziz meninggal setelah sempat mendapatkan perawatan karena stroke.

Baca Selengkapnya

Gunung Pangrango, Soe Hok Gie dan Puisi Itu....

18 Desember 2021

Gunung Pangrango, Soe Hok Gie dan Puisi Itu....

Aktivis Soe Hok Gie memang pecinta alam tulen dan gunung Pangrango di Jawa Barat menjadi tempat pemberhentian terakhir jasadnya.

Baca Selengkapnya

Tentang Soe Hok Gie, Aktivis Mahasiswa Di Sebuah Zaman

17 Desember 2021

Tentang Soe Hok Gie, Aktivis Mahasiswa Di Sebuah Zaman

Soe Hok Gie, aktivis yang bekuliah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia pada kurun waktu 1962-1969. Mahasiswa ini wafat di Gunung Semeru.

Baca Selengkapnya

Hari Ini Tahun 1969, Aktivis Soe Hok Gie Meninggal di Semeru

16 Desember 2021

Hari Ini Tahun 1969, Aktivis Soe Hok Gie Meninggal di Semeru

Hari ini, 16 Desember 1969, aktivis Soe Hok Gie pergi untuk selamanya di ketinggian Gunung Semeru.

Baca Selengkapnya