Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana dan Lalola Easter, saat diskusi di Kantor Pusat ICW, di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad, 28 April 2019. TEMPO/Egi Adyatama
TEMPO.CO, Jakarta - ICW (Indonesian Corruption Watch) menyatakan selama 2019 baik tuntutan maupun putusan pengadilan terhadap koruptor tergolong ringan.
Selain tidak menimbulkan efek jera, ICW melihat, uang pengganti juga dinilai masih jauh dari jumlah kerugian negara.
"Rata-rata tuntutan (penuntut umum) Kejaksaan 3 tahun 4 bulan penjara, dari tuntutan Jaksa KPK selama 5 tahun 2 bulan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers online hari ini, Ahad, 19 April 2020.
Kategori bobot vonis pengadilan oleh ICW diklasifikasikan menjadi tiga, yakni ringan dengan hukuman pidana 0-4 tahun, sedang (4-10 tahun), dan berat (di atas 10 tahun).
Rincian tuntutan dari penuntut umum Kejaksaan, dari total 911 terdakwa sebanyak 604 dituntut ringan, 276 sedang, dan 13 berat.
Adapun tuntutan penuntut umum KPK dari total 197 terdakwa, 51 dituntut ringan, 72 sedang, dan 6 berat.
Menurut Kurnia, jumlah terdakwa dengan tuntutan ringan masih banyak. Sedangkan untuk putusan, kasus yang ditangani Kejaksaan rata-rata divonis 2 tahun 5 bulan penjara.
Adapun kasus yang ditangani KPK rata-rata divonis 4 tahun 1 bulan penjara.
ICW juga menemukan vonis koruptor oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi rata-rata 2 tahun 6 bulan penjara, Pengadilan Tinggi (banding) 3 tahun 8 bulan, serta Mahkamah Agung (kasasi/ peninjauan kembali) 3 tahun 8 bulan.
Angka tersebut menunjukkan rata-rata vonis penjara bagi koruptor selama 2 tahun 7 bulan.
"Vonis tersebut tidak cukup untuk menimbulkan efek jera," uajr Kurnia.
Catatan ICW menyebutkan kerugian negara akibat korupsi pada 2019 mencapai Rp 12.002.548.977.762 (Rp 12 triliun).
Adaun uang pengganti yang dibayarkan olehterpidana hanya Rp 748.163.509.055 (Rp 748,1 miliar).
"Kerugian negara yang dikembalikan di bawah 10 persen dari total kerugian negara," kata Kurnia.