Ribuan Massa di Surabaya Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Rabu, 11 Maret 2020 14:58 WIB

Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggil Menolak Omnibus Law di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin, 9 Maret 2020. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

TEMPO.CO, Surabaya - Ribuan massa dari elemen buruh, mahasiswa, dan aktivis masyarakat sipil di Jawa Timur yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) menggelar aksi di Bundaran Waru, Surabaya, Rabu, 11 Maret 2020. Mereka mendesak pemerintah dan DPR mencabut Rancangan Undang-Udang Cipta Kerja.

Dari pantauan Tempo, massa dari berbagai daerah itu mulai memadati Bundaran Waru sekitar pukul 13.00. Mereka datang berkelompok dengan menggunakan minibus dan sepeda motor. Di sana mereka menggelar mimbar bebas menyuarakan penolakan terhadap rancangan undang-undang sapu jagat tersebut.

Ketua Serikat Pekerja Kimia-Energi dan Pertambangan-Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (SPKEP-KSPI), Sunandar, mengatakan Bundaran Waru dipilih sebagai tempat aksi karena strategis untuk bisa menyampaikan kepada masyarakat umum bahwa aturan omnibus law yang digagas pemerintah harus ditolak.

“Kami bersama Getol dan elemen masyarakat serentak melakukan aksi agar pemerintahan Jokowi dan DPR RI betul-betul mempertimbangkan pasal-pasal di omnibus law,” kata Sunandar kepada awak media. Dia menyebutkan setidaknya ada sejumlah poin di aturan omnibus law yang merugikan dan mengkerdilkan hak-hak buruh.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Getol, RUU Cipta Kerja di antaranya menghilangkan status pekerja tetap. Akibatnya, upah minimum pekerja akan hilang dikarenakan sistem fleksibilitas tenaga kerja serta sistem pengupahan berbasis jam kerja yang cenderung eksploitatif. Jaminan sosial juga berpotensi hilang akibat adanya fleksibilitas kerja.

Advertising
Advertising

RUU yang sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja itu juga dianggap merugikan pekerja perempuan. Hak perempuan terutama untuk cuti haid, waktu istirahat untuk ibadah, dan cuti melahirkan dihilangkan, sehingga meskipun ada larangan pemutusan hubungan kerja terkait hal tersebut namun banyak peluang yang bisa digunakan pengusaha untuk melakukan pemotongan upah.

Di samping menindas buruh, RUU ini dinilai berpotensi mengancam ekologi lingkungan. Sebab, seluruh kewenangan di dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga menimbulkan pembatasan akses masyarakat terhadap informasi, partisipasi, dan keadilan dalam pengambilan keputusan.

Berita terkait

Said Iqbal Minta Prabowo Copot Airlangga Bila Tak Hormati Putusan MK Soal UU Ciptaker

15 jam lalu

Said Iqbal Minta Prabowo Copot Airlangga Bila Tak Hormati Putusan MK Soal UU Ciptaker

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengusulkan agar Airlangga Hartarto dipecat dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bila tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya

Fadli Zon: Omnibus Law Kebudayaan Dibahas Tahun Depan

21 jam lalu

Fadli Zon: Omnibus Law Kebudayaan Dibahas Tahun Depan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan omnibus law kebudayaan merupakan gagasan baru yang masih memerlukan kajian.

Baca Selengkapnya

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

3 hari lalu

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, seperti PKWT maksimal lima tahun dan perundingan wajib dilakukan sebelum PHK.

Baca Selengkapnya

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

3 hari lalu

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

Anggota Komisi II DPR mengusulkan delapan UU politik agar dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

4 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

MK kabulkan uji materi tentang UU Cipta Kerja, minta DPR dan Pemerintah membuat UU ketenagakerjaan baru dan memisahkannya dari Omnibus Law

Baca Selengkapnya

Mendagri Bakal Lapor ke Prabowo soal Usulan DPR Revisi UU Politik Lewat Metode Omnibus Law

4 hari lalu

Mendagri Bakal Lapor ke Prabowo soal Usulan DPR Revisi UU Politik Lewat Metode Omnibus Law

Mendagri Tito Karnavian menyebut akan menyampaikan rencana DPR untuk merevisi sejumlah UU terkait politik kepada Presiden Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

Alasan Perludem Usul UU Pemilu Direvisi oleh DPR dalam Prolegnas 2025-2029

4 hari lalu

Alasan Perludem Usul UU Pemilu Direvisi oleh DPR dalam Prolegnas 2025-2029

Baleg DPR membuka peluang merevisi paket delapan undang-undang politik, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada, lewat metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian: Perlu Kajian untuk Revisi UU Politik dengan Metode Omnibus Law

4 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian: Perlu Kajian untuk Revisi UU Politik dengan Metode Omnibus Law

Mendagri Tito Karnavian menanggapi rencana DPR untuk merevisi delapan UU terkait politik dengan metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

Kelas Menengah Merasa Tertekan oleh Kebijakan Pemerintah, dari Kenaikan PPN hingga Omnibus Law

10 hari lalu

Kelas Menengah Merasa Tertekan oleh Kebijakan Pemerintah, dari Kenaikan PPN hingga Omnibus Law

Data BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah kelas menengah pada 2019 - 2024. Daya beli kelas menengah pun kian menurun. Apa saja kebijakan pemerintah yang menekan kelas menengah?

Baca Selengkapnya

Dema Justicia FH UGM Merilis Catatan Kritis 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi: Rapor Merah Sang Raja Jawa

12 hari lalu

Dema Justicia FH UGM Merilis Catatan Kritis 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi: Rapor Merah Sang Raja Jawa

Pada 20 Oktober 2024, saat pelantikan Prabowo-Gibran, Departemen Kajian Strategis dan Kebijakan Dema Justicia FH UGM merilis catatan kritis untuk Presiden Jokowi

Baca Selengkapnya