Ribuan peserta membentuk formasi Pita Merah saat pemecahan rekor MURI di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 30 November 2019. Sebanyak empat ribu orang dari berbagai elemen masyarakat mencatatkan rekor formasi Pita Merah terbesar di Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai salah satu bentuk solidaritas bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA). ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Ayu Oktariani, mengatakan kelangkaan obat antiretroviral atau ARV nyaris menimbulkan kepanikan bagi pengidap HIV/AIDS.
"Jakarta yang lengkap dan accessable, kosongnya sudah kacau juga. Jadi benar-benar masalahnya ke mana-mana," kata Ayu kepada Tempo sesaat setelah berorasi di aksi Womens March Jakarta dalam rangka hari perempuan internasional pada Minggu, 8 Maret 2020 di Jakarta Pusat.
Selain di Jakarta, dia juga mendapatkan laporan bahwa di sejumlah daerah di Indonesia tengah mengalami kelangkaan obat ARV. "Saya sudah yakin ini bukan hal yang mengherankan karena selain geografis, juga karena distribusi yang kacau dan stock out," ujarnya.
Ayu bercerita, pengidap diharuskan meminum obat secara rutin. Namun, ia melihat negara tak konsisten menolong orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Biasanya, ODHA mendapatkan obat setiap sebulan sekali secara gratis berkat subsidi pemerintah.
"Obat-obat ini sebenarnya sudah 2 tahun terakhir dalam kondisi stock out seperti ini. Tiga bulan stock out, ada lagi, lalu stock out lagi," katanya.
Ayu menegaskan, masa-masa stock out itu menjadi waktu yang kritis bagi ODHA karena ada beberapa pengidap yang menggunakan beberapa jenis obat. "Kami dituntut minum obat untuk kepatuhan agar tak menularkan pada pasangan dan anak. Tapi dengan kondisi seperti ini, perubahan budaya minum obat bisa mempengaruhi emosional," katanya.